Mohon tunggu...
DR T. Mangaranap Sirait SHMH
DR T. Mangaranap Sirait SHMH Mohon Tunggu... Pengacara - Semua Diperbolehkan Asal Tidak Bertentangan Dengan Hukum

Hukum buatan manusia itu sama seperti manusia, ia dikandung, lahir, hidup, dan lalu mati ("human laws are born, live and die"), penulis berprofesi sebagai Advokat, dan Dosen Program Pascasarjana, Ketua Bidang Advokasi Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia (APDHI), pada tahun 2015 menerima piagam dari International New York Times Megazine, serta menulis dibeberapa Jurnal Ilmiah Hukum terakreditasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKI antara "Nomena dan Fenomena"

26 September 2017   12:22 Diperbarui: 30 September 2018   09:06 4684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Isu teranyar di tahun politik 2019  yang tetap laris-manis  digulirkan sebagai isu "bola celeng (liar)" adalah tentang kebangkitan PKI (PKI Reborn) di Indonesia.  Isu politik tersebut  sengaja “didaur-ulang” politisi tertentu sebagai  bagian dari  metode  "tebar pesona" guna menarik simpati masyarakat di tahun politik 2019.

     Sesungguhnya, untuk menganalisa eksistensi PKI dalam perspektif "legal Philosophy " setidaknya dapat dilihat dari dua hal, apakah ia dalam bentuk "Nomena" ?? ataukah "Fenomena" ??. Karena sejak ilmu pengetahuan mulai dikenal dan berkembang dalam dunia ilmu filsafat (hukum), selalu terjadi pertarungan paham/konsep tentang sumber (ontologi) eksistensi atas segala sesuatu,  yaitu pertarungan konsep penganut aliran ilmu Fenomena (empirisme) yang dipelopori filsuf John Lock, George Berkeley, dan David Hume dengan penganut aliran ilmu Nomena (rasionalisme) yang dipelopori Rene Descartes (bapak filsafat modern), Leibniz, dan Spinoza.

    Karenanya, isu kebangkitan PKI sebagaimana didengung-dengungkan tersebut, dalam hal sebagai apa ??, apakah sebagai "FENOMENA ?? atau sebagai NOMENA ??". Hal  ini  ada baiknya jika diulas dalam tataran filosofis (hukum). Karena  bagi penulis, sangat sepakat bahwa "berfikir filsafat adalah sebuah cara berpikir  kritis  orang-orang beradab"  dan bukan dengan menebar issu  dan membuat tesis asal bunyi yang meresahkan masyarakat.

 
PKI SEBAGAI FENOMENA

Fenomena berasal dari kata "phainomenon" (Yunani),  yaitu apa yang terlihat yang jika diartikan lebih jauh antara lain dapat bermakna; hal-hal yang dirasakan dengan panca indera, gejala alam, fakta, kenyataan, dan kejadian, dengan kata lain fenomena adalah segala sesuatu yang dapat dipersepsikan oleh manusia dengan panca indera.

     PKI hingga tahun 1966 pernah menjadi "Fenomena" yang sangat berpengaruh dalam tatanan kenegaraan Indonesia  berkuasa di segala lini baik eksekuti, legislatif, dan yudikatif, bahkan kala itu PKI juga pernah menjadi salah satu partai yang sangat berpengaruh dan terbesar di dunia  karena pengikutnya begitu banyak, selain Partai Komunis yang ada di Tiongkok, dan Rusia.

     Tetapi karena kesalahan dan kekalahan politik, maka pada tanggal 12 Maret tahun 1966 telah tidak eksis lagi sebagai "Fenomena". Soeharto yang mengatasnamakan Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1/3/1966 perihal pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) Pada tanggal 12 Maret 1966. Keppres tersebut diterbitkan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan putusan Mahkamah Militer Luar Biasa terhadap tokoh-tokoh PKI yang dituduh terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S).

     Keputusan pelarangan PKI dalam tataran Fenomena tersebut kemudian diteguhkan  dalam tataran hukum melalui Ketetapan MPRS Nomor XXV/1966, dan langkah ini merupakan kebijakan pertama Soeharto setelah menerima Surat Perintah 11 Maret guna upaya mengembalikan stabilitas negara. Kemudian sejak itulah PKI tidak lagi eksis sebagai sebuah Fenomena (fakta).
 

 PKI SEBAGAI NOMENA

  Sedangkan tataran "Noumena"  ada berada dalam tataran dunia "ide", yang menggali makna hakekat mendasar dari suatu "realitas" itu sendiri (an sich), yang tidak dapat dijelaskan dengan persepsi panca indera atau segala sesuatu yang tidak dapat dirasakan oleh panca indera. Jadi dengan demikian Nomena adalah merupakan lawan dari Fenomena.

        Didalam Nomena, segala sesuatu itu ada, tapi tidak dapat dijelaskan oleh  indera bentuk  dan wujudnya (faktanya) bagaimana, yang jelas tidak dapat dilihat, dicium, dan  dirasa. Kalaupun ia  ada, tapi ia ada diluar batas pengetahuan (hanya sebagai postulat), manusia hanya meyakini keberadaannya saja. Membayangkannya saja kita tidak dapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun