Mohon tunggu...
Tjitjih Mulianingsih Ws
Tjitjih Mulianingsih Ws Mohon Tunggu... Guru - Guru yang menyukai menulis dan berkebun

Guru yang menyukai menulis dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pilpres dan Kisah Pujangga

20 April 2019   11:38 Diperbarui: 20 April 2019   12:05 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lifestyle.kompas.com

Jadi begini, sebenarnya aku malas menceritakan, tetapi karena ini super lucu dan mengandung sedikit tragis, lumayan melankolis dan kebanyakan dramatis, baiklah kuceritakan.  

Sepulang dari audit di sebuah Perusahaan HTI.  Dalam keadaan kelelahan karena perjalanan panjang dari Kaltara.  Tiba-tiba aku dikejutkan dengan ketukan pintu yang amat keras.

"Duh siapa sih?" pikirku yang masih berkunang-kunang karena  terbangun paksa.

"Siapa!"  Jawabku ketus.

"Aku, Wowok!"  Jawaban dari balik pintu membuatku terpaksa bangkit berdiri membuka pintu.

Tak lama kemudian masuklah seorang pria ke dalam apartemenku dengan lesu lalu langsung membaringkan badannya di sofa.  Wajahnya kusut .

"Kopi!" Katanya lagi.

"Ah, buat sendiri kenapa sih!"  Jawabku sebal, ini orang datang tiba-tiba dan langsung memberi perintah kepadaku. 

Dia merengut, tapi tetapi tak beranjak dari sofa.  Tetap berbaring  sambil menghembuskan nafas panjang.

Haiyah, benar-benar kurang ajar, pikirku.  Tetapi melihatnya seperti ini sekarang, ya kasian juga.  Akhirnya dengan terpaksa, kuseduhkan kopi.

"Nih, Jangan ganggu aku sampai terbangun sendiri!" Sambil menyodorkan kopi, aku kembali menarik selimut untuk tidur kembali.  Sepintas kulihat dia langsung mereguk kopi panas yang kuberikan.  Pengikut ilmu kebal juga rupanya dia.

"Buka, buka pintunya Desi!" 

Suara teriakan keras membangunkanku, aku tercekat,"apalagi ini?" Pikirku

Pandangan mataku langsung tertuju kepada seorang laki laki yang terbaring di sofa.  Dia mengigau.

"Wuih, ternyata dia masih disini."  Kulirik jam dinding, tepat jam 05.30.  Bergegas aku bangun menuju kamar mandi, sholat subuh.

Setelah subuh, aku membuka gordin. Pemandangan kota pagi hari biasanya menyemangati.

"Hey bangun, subuh!"  Lelaki itu menggeliat, tetapi tertidur lagi.

Wowok nama lelaki gondrong itu, nama panjangnya tak perlulah diceritakan karena cukup panjang dan mengandung mistis menurut ceritanya.  Dia sahabatku sejak kuliah di sebuah kampus hijau.  Pandai bersosialisasi dan jago merangkai kata.  

Hingga saat ini, Dia  sudah  menerbitkan beberapa buku puisi dan Novel. Selepas  kuliah, Wowok langsung bekerja di sebuah perusahaan internasional.   Nasibnya dari segi ekonomi sedikit lebih baik dibanding aku yang hanya auditor freelance di beberapa konsultan.  Tetapi yang membuat iri adalah, dia selalu dikelilingi oleh perempuan-perempuan cantik.

"Pujangga" kami menjulukinya karena kepiawaiannya dalam merangkai kata dan membuat kalimat-kalimat rayuan. Tak heran istrinya sekarang sudah dua, Desi dan Ulfah. Hiks padahal aku dalam urusan jodoh masih menjomblo hingga kini.  "Bujangan lapuk" kata Wowok.  

Aku  sendiri menjulukinya "Kleyang kabur kanginan".  Karena seringnya beredar di tempat-tempat nongkrong atau sebuah cafe untuk menulis. Setelah menyeduh kopi aku kembali meneruskan pekerjaanku.  Mengolah data di laptop.  Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB.  Perutku keroncongan.

"Uahhhhmmm, enak sekali tidurku" Wowok menggeliat dan bergegas ke kamar mandi. 

Duduk di depanku sekarang dengan muka nampak lebih segar.

"Cari sarapan yuk!" Katanya

"Hah? gila luh! Istri dua, Ngajak sarapan sama bujang lapuk."  Jawabku.

"Halah, ayo!" Katanya sambil bergegas pergi.

Sambil menikmati segelas kopi dan soto Lamongan di sebuah tenda di pinggir jalan, kami menikmati tayangan berita pagi mengenai hasil quick count pemilu kemarin.

"Eh, elu golput ya?" Teriak Wowok sambil memperhatikan jariku.  Tak ada bekas tinta disitu.

"Iya, berisik!" Teriakku

Orang-orang di sekeliling kami mengalihkan pandangan ke arah kami.  Aku berusaha tenang kembali, tak enak mendapat pandangan cemooh dari sekitar karena pilihan golput. 

"Pantesan, elu bujangan terus," katanya lagi.  Kali ini dengan suara sedikit lebih rendah.

"Daripada elu Wok!  istri dua sarapan dengan bujangan lapuk di hari libur," jawabku tak kalah sengit.

"Pilpres kali ini, benar-benar menguras energi hati dan jiwa," katanya serius di sela-sela asap rokoknya yang mengebul.

"Aku berbeda pilihan dengan Desi, tapi sama dengan dengan Ulfah, itu secara tak sengaja."  Jawabnya serius.

"Lantas? Apanya yang aneh?" Jawabku

"Desi memintaku kali ini pilihannya sama denganku sedangkan ulfah tak suka kalau aku merubah pilihan karena Desi." Sambil menghembuskan nafas Wowok menjawab.

"Wah, cukup seru nih, lanjut!" jawabku ingin tahu.

"Dua orang itu benar-benar menyulitkanku, aku kelelahan terutama Desi!"

"Itu resiko, siapa yang suruh punya istri dua"

"Aku paham maksud Desi, dia sering kutinggal, keadaan memaksa aku harus lebih banyak tinggal dengan Ulfah dan anak-anak".

"Terus? Apa hubungannya dengan Pilpres?"

"Yaaa, Desi merasa aku selalu sama pilihan dengan Ulfah, dan kali ini dia meminta aku sama pilihan dengannya," jawab Wowo

"Segitunya ya, jadi apa keputusanmu?" Jawabku ingin tahu kelanjutan ceritanya.

"Aku memutuskan Golput pada pilpres dan hanya memilih anggota dewan," jawabnya suntuk.

"Terus kenapa? tak masalah kan?"  Cecarku.

"Yaa itu Ulfah marah. Dia melarangku untuk pulang ke rumah sementara ini,"  jawabnya melas.

"Dan Desi, tak mau membukakan pintu tadi malam sewaktu aku pulang ke rumahnya" lanjutnya kali ini dengan wajah jauh lebih memelas.

Karawang, 20 Maret 2019

Tjitjih Mulianingsih Ws

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun