Secara phisik, saya sudah hampir satu bulan berada di Australia. Jadi dapat dikatakan,saya sudah tidak ada lagi urusan dengan urusan demo abcd di Indonesia. Mau macet , mau rusuh , saya sudah aman . Jauh dari jangkauan kerusuhan. Tapi anehnya, pikiran saya hampir setiap saat berada di Indonesia, bahkan ketika saya dan istri sedang berada di dalam kereta api yang sedang membawa kami berpergian keluar kota.
Setiap kali berkenalan dengan seseorang selama perjalanan, bila ditanya ”Asal dari mana?” Selalu saya jawab dengan mantap :” Indonesia”. Walaupun disaat itu, tak seorangpun yang akan menilai tinggi rendahnya rasa nasionalisme yang ada dalam diri saya. Seringkali terpikir dalam hati , diluar negeri, saya diakui sebagai orang Indonesia titik. Tapi didalam negeri sendiri, orang orang semacam saya ini dikategorikan ”minoritas” atau dalam bahasa vulgarnya ”Cina K.” Mengapa bisa terjadi hal seperti itu? Sungguh , secara jujur saya akui, saya belum menemukan jawaban yang tepat.
Berkali kali,bahkan rasanya puluhan kali,saya lakukan instrospeksi diri, tetapi selalu berakhir dengan menarik nafas panjang,tanpa menemukan jawabannya.
Persahabatan itu Sesungguhnya sangat Indah
Tanpa bermaksud menonjolkan diri ,sebagai orang yang berjiwa nasional,tapi sejak masih remaja,saya senang berteman dengan siapa saja.Tanpa memilih dan memilah,seperti yang sudah sering saya tuliskan. Berada dalam berbagai momentum persahabatan,bagi saya pribadi sungguh merupakan sesuatu hal yang memiliki kebahagiaan tersendiri.
Dan dengan sangat haru,kami diterima bukan hanya dengan tangan terbuka,melainkan juga dengan hati yang terbuka. Saya ajak anak dan istri,untuk menginap dirumah teman teman di kampung kampung.Seperti di Batu Sangkar.Simabu.Sungai Penuh.Tidur beralaskan tikar pandan,mandi di surau dan duduk makan lesehan bersama teman teman di kampung. Tak secuilpun ada rasa jangal,maupun jarak yang menjadi sekat diantara kami.,
Mengapa kini,dimana mana orang berteriak teriak,agar mendirikan sekat dan batas pemisah ?Mengapa tidak boleh lagi bersahabat dengan sesama orang Indonesia,hanya karena beda etnis dan agama?
Apakah mungkin faktor usia,menjebabkan saya berubah menjadi sensi dan tidak dapat menerima perubahah zaman? Seperti inikah yang dimaksudkan dengan kemajuan zaman? Saya jadi begidik memikirkannya.
Padahal dalam rumah,kami berbicara dalam bahasa Padang,dimana kami dilahirkan dan dibesarkan. Dalam mimpipun,kalau dibangunkan,bahasa yang keluar dari mulut saya ,adalah bahasa Padang.Namun begitu ,saya tetap dianggap outsider...
Kabarnya,kampung halaman saya juga sudah berubah.Ada kerinduan hati,semoga suatu waktu,kami ke kampung kampung,masih disambut seperti dulu dan masih diijinkan menginap dan makan bersama sama ,seperti tempo doeloe.Namun ,tentu hal ini sebatas sebuah harapan dari lubuk hati terdalam. Semoga kampung halaman saya,tidak meniru yang buruk dari Jakarta .
Apakah Pengaruh Poltik Sudah Menciderai Persahabatan ?