Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyerah, Berarti Mati

7 Juni 2017   07:49 Diperbarui: 8 Juni 2017   02:16 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : depositphotos.com

Jangan Pernah Menyerah,Karena Menyerah, Berarti Mati!

"Where there is a will,there is a way".Dimana ada kemauan ,pasti disana akan ada jalan. Sebuah kalimat motivasi yang sudah ada sejak tempo dulu,terkesan usang dan basi kedengarannya,tapi sesungguhnya tetap aktual untuk di jadikan pedoman ,ketika menghadapi masa masa sulit dalam perjalanan hidup kita.

Setiap orang  pasti suatu waktu dalam hidupnya,akan menemui masalah rumit,yang terkadang dapat menciptakan rasa frustuasi dan keputusasaan . Yang namanya masalah,tentu tidak harus masalah ekonomi atau masalah dengan urusan perut.Bahkan tidak jarang,ada banyak masalah lainnya,yang jauh dari sekedar kebutuhan hidup secara phisik.

Kaum muda, memiliki masalah dalam ruang tersendiri, seperti masalah :

drop out dari kuliah

  • putus cinta
  • cinta segi tiga
  • berat jodoh
  • dihianati pacar
  • cinta bertepuk tangan sebelah
  • sudah lulus,tapi jadi penggangur
  • kerja tidak sesuai dengan passion
  • susah untuk bergaul dalam keberagaman
  • orang tua berantem melulu
  • harus membiayai adik adik sekolah
  • dan masih banyak lagi dan lagi

Orang Tua Lain Lagi Masalahnya

Yang dimaksudkan dengan orang tua disini,tentu bukan orang yang umurnya sudah 70 tahun atau lebih,tapi orang yang sudah menikah dan memiliki anak anak mereka, Mungkin saja masih sangat muda ,tapi sudah berkeluarga. Nah,jangan dikira orang tua tidak punya masalah,malahan mungkin masalah yang dihadapi oleh para orang tua,jauh lebih berat ketimbang masalah yang dihadapi oleh kaum muda.

Coba bayangkan,bila dalam waktu yang bersamaan,berbagai masalah hidup sepertinya kompak menumpuk dan menimpuk diri ,seperti yang pernah saya alami.Saya tidak akan menuliskan panjang lebar,karena akan membosankan dan bisa membuat orang yang membacanya menjadi mual.Karena orang biasanya suka kisah hidup yang sukses,cemerlang dan tanpa halangan,yang penuh dengan suka cita dan keceriaan.Tapi sesekali perlu mendengar atau membaca kisah hidup yang aktual,bukan hasil imaginasi,agar memahami,bahwa dalam segala permasalahan hidup,yakinlah ,pasti akan ada jalan keluar

Cuplikan dari Catatan Harian

Bekerja serabutan,termasuk ikut bongkar muat barang dari bus  antar kota. Suatu hari ,karena saking lelah,karena kurang tidur dan belum sarapan, saya terjatuh dan tulang rusuk cidera. Mau kedokter? Pada waktu itu,mana ada BPJS. Pulang kegubuk,anak sedang kejang kejang,karena kami tinggal ditempat kumuh dan anak kurang makan yang bergizi. Mau pinjam uang,tidak ada yang mau minjamkan. Sementara utang lama belum bisa dilunaskan. Tiba tiba  petugas Pln datang dan memberitahukan,bahwa karena sudah menunggak dua bulan,maka hubungan listrik harus diputus. Sudah memohon mohon,tapi Petugas dengan mata berkaca kaca,mohon maaf,karena hanya menjalankan tugasnya. Seluruh penderitaan rasanya kompak untuk menimpuk kami secara serentak dan menimbun kami ,sehingga tidak bisa bernafas.

Malamnya,banjir langganan datang dan tidak bisa ditolak. Saya menggendong putra kami yang lagi sakit,naik keatas meja untuk menghindari air.Tapi air banjir sepertinya sangat ingin lebih menyiksa kami lagi,terus naik hingga mencapai bibir meja. Saya bantu istri naik keloteng yang gelap.Tiba tiba istri menjerit, Rasa mau copot jantung ,ternyata di loteng banyak tikus dan binatang merayap ,yang juga ingin menyelamatkan diri. Saya cuma bisa bilang,:"tenang tenang, jangan turun,tetap diatas,Saya akan naik. " Maka saya ulurkan putra kami yang masih berusia 4 tahun ,kepada istri saya. Kemudian dengan menahan rasa sakit ditulang rusuk yang  cidera akibat jatuh dari bus,akhirnya naik hingga keloteng, Mencoba meraih lilin yang tinggal sepotong,agar ada  sedikit penerangan diloteng, Tapi gimana mau nyalakan lilin,tanpa korek api?  Sementara putra kami merintih kesakitan dan lapar. "Ma,,lapar maa"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun