Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tak Pernah Ada Yang Membangun Monumen

2 Mei 2025   15:36 Diperbarui: 2 Mei 2025   16:11 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi 

Untuk Menghargai Orang Yang Suka Mencari Kesalahan Orang Lain 

Buku pemberian Christin itu mungkin terlihat biasa di mata orang lain. Namun bagi saya dan isteri tercinta  bukan sekadar buku,  melainkan simbol  persahabatan, dan pengingat agar saya tetap berjalan dalam kerendahan hati. Setiap halaman yang mulai sobek itu justru menambah nilainya, seolah menjadi saksi bisu perjalanan hidup kami dari satu benua ke benua lain.

Saya percaya, dalam hidup ini, setiap pertemuan adalah hadiah. Setiap pengalaman adalah guru. Dan setiap kalimat bermakna, seperti yang ditulis oleh Zig Ziglar, adalah pelita bagi hati yang mau belajar dan bertumbuh.

Jadi, jika hari ini saya diingat oleh siapa pun, saya lebih memilih dikenang sebagai seseorang yang pernah membangun semangat, bukan menjatuhkan. Sebagai sahabat, bukan hakim.

 Sebagai penulis yang menyentuh hati, bukan menusuk dari belakang. Ataupun Penulis yang mengritik dari belakang.

Karena sesungguhnya, tak perlu ada patung untuk membuat nama kita abadi. Cukup satu kebaikan yang tulus, yang hidup dalam kenangan orang-orang yang pernah kita temui, dan itu lebih dari cukup.

There has never been a statue erected to honor a critic.”
(Tidak pernah ada patung yang didirikan untuk menghormati seorang pengkritik.)
— Zig Ziglar

Kalimat sederhana dari Zig Ziglar ini menyentuh hati saya sejak pertama kali membacanya. Ia seperti cermin yang mengingatkan kita untuk berkaca — bukan pada kesalahan orang lain, tetapi pada hati dan niat kita sendiri.


Dokumentasi pribadi 
Dokumentasi pribadi 

Buku tempat saya menemukan kalimat itu kini sudah tak semulus dulu. Halamannya mulai lusuh, beberapa bagian sedikit robek, dan warnanya pun pudar oleh waktu. Tapi justru itulah yang membuatnya begitu berharga. Buku ini telah melewati perjalanan panjang: dari Amerika, ke Indonesia, hingga akhirnya ikut bersama saya dan isteri tercinta menetap di Australia.

Kami bisa saja membeli buku serupa di toko buku bekas. Paling harganya sekitar 1 dollar .Namun, buku ini memiliki nilai yang jauh lebih besar daripada harganya. Ia adalah hadiah dari Christin, pemandu wisata kami saat kami mewujudkan salah satu mimpi terbesar dalam hidup: menjelajahi Amerika dan Kanada, delapan tahun lalu.


Membuat Orang Ingat Diri Kita Sebagai Sahabat 

Kami kenal Christine,karena ia adalah guide kami selama tur di Canada. Orang lain mungkin menganggap Christine,tidak lebih dari sekedar orang yang menjalankan tugasnya. 

Tapi kami  ajak ia makan bersama dan hal kecil ini, ternyata merupakan sesuatu yang istimewa dalam dirinya.Bukan karena ditraktir makanan,yang harganya tidak seberapa.Karena Christine pasti punya uang untuk membayarnya. Namun , perhatian yang kami berikan dengan tulus, mumgkin amat jarang ditemuinya. Maka sejak saat itu ,hingga kini, gadis belia ini ,senantiasa berkirim kabar lewat email dan memanggil kami :" Grandpa and Grandma".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun