Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hidup Tidak Selalu Sesuai Scenario

18 Maret 2025   14:48 Diperbarui: 18 Maret 2025   14:48 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi 

Terkadang, Hidup Seakan Membuka Jurang dan Kita Terperosok ke Dalamnya

Hidup ini memang penuh warna. Ada saat-saat di mana semuanya terasa begitu indah berjalan bergandengan tangan di tepi pantai, menghirup udara pagi yang segar, menikmati keindahan alam ciptaan-Nya. Dalam momen seperti itu, dunia seakan milik berdua.

Namun, hidup tak selalu seindah kisah Cinderella atau dongeng Aladdin yang bisa mengubah gubuk menjadi istana dalam sekejap. Kadang, hidup terasa begitu keras, tajam, dan seolah tanpa belas kasihan. Kami pernah mengalami titik di mana rasanya bumi tempat berpijak menganga lebar, menelan kami dalam jurang yang seakan tak berdasar.

Ada yang mungkin menganggap menuliskan kisah penderitaan seperti ini hanya untuk menarik simpati. Tapi bagi kami, berbagi kisah bukan soal menjual kemiskinan atau kesedihan, melainkan bagian dari berbagi kehidupan.

Penderitaan Bukan Sekadar Soal Uang

Bagi banyak orang, penderitaan sering dikaitkan dengan ketiadaan uang. Tak cukup untuk membeli motor, bahkan sepeda pun tak mampu. Untuk makan sehari-hari, terkadang harus mengutang sebungkus nasi rames, meski utang sebelumnya belum lunas.

Kami pernah berada di titik itu. Istri sakit, anak sering kejang, saya sendiri batuk darah, dan tidak ada uang untuk membeli obat. Semua pakaian yang masih layak dijual, termasuk jas dan gaun pernikahan, sudah berpindah tangan. Bahkan cincin kawin pun harus dilepas.

Di tengah himpitan itu, aliran listrik rumah kami sudah diputus tiga bulan lamanya karena tak mampu membayar tagihan. Sebagai pelengkap penderitaan, pemilik kedai yang juga tempat tinggal kami datang memberi ultimatum: lunasi tunggakan, atau kami harus angkat kaki. Jika tidak, ia akan melaporkan kami ke polisi.

Dalam kondisi seperti ini, sahabat dan kerabat perlahan menjauh. Jangankan datang membantu, bertanya kabar pun tidak. Saat kami berkunjung ke rumah mereka, hanya diterima di depan pagar.

Itulah arti penderitaan bagi saya, bukan sekadar soal uang, tetapi tentang kesepian dan rasa ditinggalkan.

Pasangan Hidup, Tempat Kita Bersandar Saat Terpuruk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun