Makna Sejati Puasa: Lebih dari Sekadar Menahan Lapar dan Haus
Puasa sering kali dipahami sebagai menahan lapar dan haus dalam jangka waktu tertentu. Namun, jika hanya sebatas itu, kita bisa kehilangan makna terdalamnya.Â
Dalam ajaran Katolik, puasa bukan hanya tentang mengendalikan diri terhadap makanan, tetapi juga sebuah latihan rohani yang membawa kita lebih dekat kepada Tuhan, memperkuat iman, mengajak kita bertobat, serta menumbuhkan kepedulian terhadap sesama.
Lebih dari sekadar pengorbanan fisik, puasa adalah momen mawas diri. Kita diajak untuk menahan bukan hanya keinginan jasmani, tetapi juga dorongan hati dan pikiran yang bisa melukai orang lain, baik dalam tindakan maupun perkataan.
Menahan Diri dari Perkataan yang Melukai
Lidah sering kali lebih tajam daripada pisau. Kata-kata yang terucap tanpa kita sadari bisa meninggalkan luka yang dalam di hati orang lain. Puasa mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati dalam berbicara, memilih kata-kata yang membawa kedamaian daripada yang menyakiti.
Menghindari Sikap Pamer
Tanpa disadari, ada kalanya kita ingin memperlihatkan betapa saleh atau baiknya diri kita kepada orang lain. Kita tergoda untuk membandingkan diri dengan orang lain
Puasa yang sejati bukan tentang mencari pengakuan atau pujian, melainkan tentang memperbaiki diri di hadapan Tuhan. Bila kita berpuasa demi dipandang baik oleh orang lain, maka nilai puasa itu sendiri akan hilang. Kesalehan sejati lahir dari kerendahan hati, bukan dari kebanggaan yang kosong.
Belajar Berbicara dengan Ketulusan
Kata-kata yang tulus membawa kedamaian, sementara kepura-puraan hanya memperkeruh keadaan. Selama berpuasa, kita diajak untuk berkata dengan jujur dan tulus, tanpa kebohongan atau manipulasi. Ketulusan ini bukan hanya mendekatkan kita kepada Tuhan, tetapi juga menciptakan hubungan yang lebih harmonis dengan sesama. Speak from your heart
Puasa sebagai Sarana Refleksi dan Pertobatan