Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Petaka Sudah Terjadi, Pecat Sana Pecat Sini Tidak Akan Mengubah Apa yang Sudah Terjadi

9 Oktober 2022   07:04 Diperbarui: 9 Oktober 2022   07:13 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : kompas.com

Penyesalan Datang Selalu Terlambat

"Tradisi" baru menyesal setelah terlambat agaknya masih terus dipertahankan. Setelah jatuh korban baru teriak "Sana salah, situ salah", bahkan  "pintu terlalu sempit . Emangnya pintu stadium baru kemarin dibangun secara tiba tiba?

Mengapa tidak gunakan kanon air, yang berpotensi membubarkan masa tapi tidak mematikan?  Tiket dijual jauh melebihi kapasitas tempat duduk di stadium, mengapa tidak dilakukan pengecekan sebelum pertandingan olahraga dimulai? 

Kemudian acara pecat sana dan pecat sini, apagunanya lagi? Toh, tidak mungkin mengubah apa yang sudah terjadi. "Ritual " ini sudah berlangsung dari waktu ke waktu, Sejak dari korban jatuh karena naik di atap kereta api, baru sibuk menyalahkan sana sini, padahal selama ini semua orang  tahu bahwa ada warga nekat naik keatap kereta api. 

Tapi karena belum ada tumbal yang berjatuhan dianggap tidak terjadi apa apa. Baru setelah korban berjatuhan maka  pejabat setempat sibuk salahka sana sini dan pecat sana, pecat sini. Hanya untuk membuktikan bahwa pejabat "cepat tanggap" padahal sesungguhnya sudah terlambat

Kini Ritual Tersebut Terulang Lagi

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, korban meliputi korban luka-luka dan meninggal. Korban meninggal 131 orang. "(Data sampai) pagi ini, luka ringan-sedang 248 orang, luka berat 58 orang, dan meninggal 131 orang, tetapi angkanya bergerak (terus)," kata Nadia, dikutip dari Kompas.com, Selasa (3/4/2022).

Setelah korban berjatuhan, maka bagaikan air bah, muncul berbagai suara dengan pernyataan "seharusnya begini, bukan begitu" Yang salah itu pintunya terlalu kecil, tidak adanya singkronisasi antara aparat keamanan. 

Mengapa ditembakkan gas air mata? Mengapa tidak gunakan Water Cannon untuk membubarkan masa?  Atau mengapa tidak mengerahkan  kendaraan pemadam kebakaran untuk menembakkan air agar yang tawuran bubar? Pertanyaan mengapa ini bisa terus dilanjutkan walaupun sudah tidak kan mengubah apapun yang sudah terjadi.

Akhirnya, pecat sana pecat sini, non aktifkan petugas ini dan itu, padahal hanya sekedar menunjukkan bahwa pejabat setempat "cepat tanggap hadapi situasi darurat" Padahal sesungguhnya sejak dari awal sudah harus ada persiapan untuk mengantisipasi lonjakan penonton dan antisipasi hadapi  in case of emergency. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun