Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Merangkak dari Titik Nadir (Lanjutan Kelima )

3 Oktober 2022   21:07 Diperbarui: 4 Oktober 2022   05:01 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup terus bergulir.

Andre dan  isteri bersyukur, putra mereka sudah pulih. Tapi Andre masih belum mampu ikut bekerja bongkar muat barang,akibat cidera di tulang rusuknya,karena jatuh sewaktu membongkar barang dari atap bus. 

Badai kehidupan mereka masih belum berlalu,walaupun keduanya sudah bekerja keras siang malam dan tidak henti hentinya berdoa. Belum ada titik terang untuk perubahan nasib. Tapi keduanya paham, bahwa meratapi nasib hingga keluar air mata darah tidak akan mengubah apapun. 

Dari hasil penjualan kelapa parut dan ditambah dengan gaji isterinya sebagai guru,yang pertama mereka lakukan adalah melunasi tunggakan PLN selama tiga bulan ditambah dengan denda. Karena hidup dalam gelap dan hanya diterangi lampu dinding,menyebabkan hidup mereka yang sudah suram semakin suram rasanya. Kini mereka sudah bisa lega,karena lampu listrik sudah menyala lagi .Walaupun di gubuk mereka,tidak ada tv ,bahkan radiopun tak punya,tapi dengan lampu yang menyala, Andre bisa bekerja membersihkan alat pemarut kelapa dan isterinya membuat bunga dari benang teyin dan dibantu putera mereka yang baru berusia 4 tahun.

Tetapi sepertinya ,penderitaan mereka masih kurang lengkap.Siang ini petugas dari yang empunya kedai datang ,menagih sewa kedai yang sudah dua bulan menunggak. Walaupun sudah diminta agar dapat diberikan waktu lagi,tapi Penagih sewa,sudah memberikan ultimatum. Akhirnya,terpaksa Andre membayar sewa kedai merangkap tempat tinggal dan tidak ada lagi uang yang tersisa.

Untuk makan malam, dengan menebalkan kulit muka,kembali Andre mendatangi  Penjual nasi di Gerobak,depan Bioskop Purnama. "Maaf ya Koh San ,saya masih utang 2 bungkus nasi ramas. Masih boleh saya utang satu bungkus lagi ? Minggu depan isteri saya gajian,akan saya lunasi semua utang" Kata Andre dengan penuh harap.

Dan ternyata orang yang dipanggil Koh San,dengan tanpa beban,menjawab :"Boleh Andre,tidak apa apa.  Kita sama sama orang susah. Kalau bukan kita yang saling tolong menolong siapa lagi?"

Andre sangat terharu mendengarkan jawaban dari orang yang dipanggil Koh San. Padahal ia hanya jualan nasi dengan menggunakan gerobak,sehingga dapat ditakar ,bagaimana kehidupannya. Ia membawa pulang nasi ramas tersebut dan dimakan bertiga bersama anak isterinya

Malam tiba,hujan tul

Malam tiba dan hujan turun dengan lebat,disertai angin. Tetiba pintu digedor orang, Andre bangkit dan membuka pintu.Seseorang menerobos masuk. Ternyata tetangga mereka bu Upik.yang datang mengendong anaknya, "Mohon maaf ,bapak ibu,anak saya demam tinggi.Suami belum pulang dari merantau .Boleh pinjam uang untuk beli obat?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun