Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Terbuai Zona Nyaman yang Kelak Menghadirkan Penyesalan Seumur Hidup

7 Desember 2021   08:01 Diperbarui: 7 Desember 2021   08:07 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ket. foto: di usia 21 tahun putra pertama kami lulus Master of Computer Science di California State University/dokumentasi pribadi

Sudah Cukup Makan, Mau Apalagi?

"Nggak perlu neko neko, nikmati saja yang sudah ada!" Salah satu kalimat yang paling sering kita dengarkan. 

"Sudah cukup makan dan minum. mau apalagi?"  Kalimat kalimat yang dapat menina bobokan. 

Orang cepat berpuas diri, yang penting sudah punya tempat tinggal entah itu nyewa atau numpang di rumah mertua, yang penting sudah ada tempat tinggal dan  cukup uang untuk kebutuhan hidup, ya sudah tinggal menikmati hidup saja, nggak perlu lagi kerja keras . Lupa bahwa untuk dapat bertahan hidup memang setiap orang butuh makan. Makan adalah untuk bisa bertahan hidup,tapi kita tidak hidup hanya untuk makan.

Perlu  memikirkan masa depan anak anak, pendidikan mereka dan juga perlu untuk persiapan "in case of emergency" serta tabungan untuk dihari tua. Semuanya itu butuh uang. Memang uang bukanlah segala galanya dalam hidup ini, tapi tanpa uang mampukah kita bertahan hidup?  

Akibat terbuai oleh kondisi aman dan nyaman beberapa waktu, banyak orang menjadi  terlena dan lupa diri. Lupa bahwa tidak selamanya zona nyaman dan aman itu menjadi milik kita. Terkadang sesuatu terjadi dan orang harus mampu keluar dari zona nyaman dan aman. 

Karena itu alangkah bijaknya bila kita mau mempersiapkan diri sedini mungkin. Menyukuri apa yang sudah ada,tentu saja merupakan sesuatu yang sangat baik, tetapi jangan sampai membuat kita terlena dan dinina bobokan.

Menomor Satukan Pendidikan Anak Anak

Setelah mengalami masa suram selama tujuh tahun lamanya, kami bersyukur akhirnya pintu untuk mengubah nasib kami terbuka lebar. Dari Penjual Kelapa menjadi Pengusaha. Rasanya bagaikan kisah dongeng, tapi itulah sesungguhnya kisah hidup kami. 

Usaha berjalan sukses. Keuntungan fantastis. Tapi kami tidak langsung beli kendaraan baru, melainkan Plythmooth tahun 57 seharga 500 ribu rupiah. 

Teman teman sesama Pengusaha menertawakan saya, katanya beli mobil gerobak. Tapi saya hanya jawab dengan ketawa. Kami juga tidak langsung beli rumah pemanent, melainkan beli rumah di jalan Kampung Nias. Walaupun sesungguhnya lebih dari cukup uang pada waktu itu. 

Tapi kami lebih memikirkan tentang pendidikan anak anak kami yang tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Apalagi membiayai ketiganya untuk melanjutkan studi di Amerika Serikat. Suatu hal yang sudah lama merupakan impian bagi kami berdua,adalah  agar anak anak kami dapat meraih apa yang kami tidak berhasil meraihnya.

Karena itu, walaupun sudah dapat dikatakan sukses dalam dunia bisnis untuk ukuran di kota Padang, kami terus kerja keras siang dan malam. Tidak ingin berlarut larut merayakan kesuksesan karena dimasa depan akan banyak dana yang dibutuhkan. 

Diusia Kami  Yang ke 44 Tahun, Putra Kami di Wisuda dalam usia 21 tahun

Berkat kerja keras dan hidup hemat dan kasih karunia Tuhan, kami hadir dalam acara wisuda putra pertama kami Irmansyah Effendi di  California State University pada tahun 1987. Putra kami lulus sebagai Master of Computer Science dalam usia 21 tahun dengan predikat "magna cumlaude " dan kami tinggal selama satu bulan disana. Belakangan putra kedua Irwan Effendi melanjutkan studi di Sacramento dan  putri kami di Seatle

Usai membiayai pendidikan anak anak dan setelah mereka mampu mandiri,m aka sisa uang yang ada pada kami baru kami gunakan untuk travelling ke berbagai negara. Kami sudah lega dan bersyukur kepada Tuhan, tugas sebagai orang tua sudah kami tuntaskan secara maksimal walaupun pasti jauh dari sempurna

Tulisan ini bukan dalam rangkaian pamer pencapaian, hanya sekedar mengingatkan agar jangan terbuai oleh zona aman dan nyaman. Karena kalau kelak baru menyesalinya sudah terlambat untuk memperbaikinya. 

Bayangkan bila usia sudah 6o tahun baru menyadari kekeliruan, gimana lagi mau memperbaiki apa yang sudah terlanjur? Walaupun ada kalimat "Never too late to learn" tapi sudah tidak mungkin mengubah apa yang sudah terjadi. Karena itu,s ebelum semuanya terjadi perlu mawas diri agar jangan sampai terbius zona nyaman dan aman.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun