Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setiap Penulis Bisa Membuktikan "Apa yang Kutulis, Tetap Tertulis"

11 September 2021   06:00 Diperbarui: 11 September 2021   06:37 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterangan: Buku buku ini sejak beberapa tahun lalu tidak lagi dicetak ulang dan tidak ada ditoko buku, tapi buku ini sudah menjadi prasasti abadi, karena sudah tersebar keseluruh  nusantara. Saya sudah membuktikan bahwa :"Apa yang kutulis,tetap tertulis"

Hal Yang Dulu Hanya Dapat Dilakukan Pontius Pilatus 

Setiap Penulis ,hampir dipastikan adalah seorang yang hobi membaca. Mengenai kalimat :"Apa yang  kutulis,tetap tertulis" walaupun terdapat dalam Al Kitab, tapi artikel ini  sama sekali tidak membahas tentang 'Al Kitab, karena saya bukan dalam kapasitas untuk membahasnya .Titik fokusnya adalah bahwa apa yang kita tulis, akan menjadi abadi. 

Kalau di zaman dulu ,orang butuh batu untuk dipahat untuk menjaga agar pesan atau peristiwa yang terjadi ,tidak pupus oleh hujan dan perjalanan waktu,maka orang butuh untuk memahat pada batu atau pada dinding sebuah bangunan ,yang idsebut sebagai Prasasti .  Kalimat tersebut diatas berasal dari kosa kata bahasa latin :" Quod scripsi, scripsi " yang  berarti "Apa yang kutulis, tetap tertulis"

Tulisan Kita Akan Jadi Warisan Bagi Anak  Cucu

Titik fokus kalimat diatas adalah sekedar saling mengingatkan,agar sebagai Penulis kita hati hati dalam menuangkan ide ide dan tidak jarang rasa kemarahan kita juga ikut tertuang dalam tulisan kita. Karena sekali kita salah memposting tulisan yang mengandung kehobongan atau menyirat kebencian,maka bila kelak menyesal,sudah terlambat. 

Kelak ,mungkin 20 tahn lagi,tulisan yang diposting dalam suasana hati yang sarat kemarahan,akan menjadi Prasasti yang memalukan,bukan hanya bagi diri kita pribadi,tapi juga bagi anak cucu kita kelak. Walaupun ada cara :"delete for everyone" tapi hal tersebut hanya berlaku dalam pesan pesan singkat melalui WA Tapi tulisan yang sudah terlanjur di upload di media publik, tidak mungkin lagi dipupus secara total ,apalagi yang sudah di save di file pribadi orang lain, 

Sebuah contoh

Pada awal saya menulis tahun 1999, yakni 21 tahun lalu,tak terbayangkan bahwa kelak karya tulis saya sebanyak 10 judul buku yang diterbitkan oleh Ekekmedia Komputindo di Jakarta ,akan dibaca oleh cucu cucu kami. 21 tahun sudah berlalu,kini  hampir semua cucu kami sudah dewasa dan tentu sudah bisa membaca. Seandainya dalam tulisan tersebut terselip sepotong kebohongan,maka  tak terbayangkan ,bagaimana saya dapat menatap wajah anak mantu cucu kami. 

Karena itu,hendaknya sebagai sesama Penulis kita saling mengingatkan,agar sebelum menayangkan tulisan kita,bacalah sekali lagi  Pastikan tidak ada kebohongan didalamnya dan juga tidak ada hal hal yang kelak dapat mempermalukan kita dihadapan anak cucu yang kelak akan mewariskan tulisan kita. Apakah perlu hal hal yang bersifat privasi suami isteri diumbar di media sosial hanya demi kepuasan sesaat ? Jangan sampai terjadi seperti judul filim"Nikmat sesaat, membawa sengasara sepanjang hayat "

 Apalah artinya tulisan kita dibaca ratusan atau bahkan ribuan orang,tapi kelak akan menjadi bagaikan duri dalam daging bagi kita sepanjang hayat ? 

Hanya sebuah petuah nyinyir dari seorang  Penulis Old Crack 

Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun