Bagi orang yang tidak pernah merasakan hidup susah ,begitu gampang menjustice orang lain,sebagai orang tua " memperalat anak anak mereka. Padahal menurut pengakuan anak anak ini,pekerjaan menawarkan payung ini adalah atas inisiatif mereka sendiri,karena menyaksikan ayah mereka kerja dari pagi hingga malam,namun tidak mencukupi untuk memenuhi kehidupan keluarga .Bahkan ibu mereka juga bekerja mengambil upah cucian dan seterikaaan. Â jadi sama sekali tidak ada "exploitasi" anak anak .
Bagi yang kebetulan roda kehidupannya tersangkut di bagian bawah, tentu akan melahirkan cerita hidup yang berbeda. Sesungguhnya setiap orang tua, setidaknya memahami, bahwa tugas utama adalah menyekolahkan anak anak mereka.Tetapi ada kalanya hidup tidak belum memberikan mereka kesempatan untuk menata hidup secara ideal. Kalau memang memungkinkan,sebagai orang tua,tentu saja berharap ,dikala hujan turun,anak anak mereka duduk diruang tamu ,menikmati acara di televisi,sambil menikmati makanan enak. Tapi hal tersebut masih merupakan impian bagi mereka .
Musim Kemarau Bukan Hanya Menyisakan Derita Bagi Petani, tapi Juga Bagi Anak Anak Hujan Ini
Setiap kali musim kemarau tiba,yang yang menderita bukan hanya para petani semata,tapi juga mereka yang tinggal di kota,tapi harus mampu bertahan hidup dengan kerja keras  ,Dan karena tidak mencukupi,maka anak  anak ini,berkerja dengan menawarkan jasa pemakaian payung. Mereka bekerja ,hingga mall ditutup  dan baru pulang kerumah setelah lewat tengah malam. Berapa penghasilan anak anak ini semalaman ? Menurut Andi yang paling besar, masing masing mereka dapat mengumpulkan sejumlah  25 ribu hingga tiga puluh ribu rupiah,bila hujan mulai turun sejak sore dan bertahan hingga tengah malam
Meluangkan beberapa menit mendengarkan kisah anak anak ini,langsung dari mulut mereka,akan semakin membuka hati kita untuk lebih peduli dan berempati pada orang yang sedang hidup menderita. Dan bagi mereka yang merasa dirinya adalah paling malang didunia,mungkin dapat sadar diri,bahwa diluar sana ada jutaan orang yang hidupnya jauh lebih menderita dibandingkan diri kita
Tjiptadinata Effendi