Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Begini Caranya Saya Menghentikan Perundungan

7 September 2021   08:30 Diperbarui: 7 September 2021   09:48 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akibat melawan perundungan, jari manis tangan kiri saya cacat seumur hidup/ Dokumentasi pribadi 

Seumur Hidup Tidak Ada Lagi Yang Berani Mengganggu

Setiap orang pasti pernah mengalami di bully atau istiilah terkini   mengalami perundungan . Tapi ada yang kadarnya kecil ,sehingga seiring dengan perjalanan waktu ,orang sudah melupakannya. Tapi  ada juga perundungan menyisakan trauma yang mendalam hingga akhir hayat. 

Mumpung kisah tentang perundungan lagi booming atau viral. maka rasanya rugi kalau saya tidak memanfaatkan momentum untuk menarik banyak pembaca (harapan ) . Kisah ini sudah lama,tapi akibat perundungan ini,hingga kini buktinya membekas ,walaupun sudah berlalu 60 tahun yang lalu,yakni semasa saya masih duduk di sekolah dasar yang dulu bernama Sekolah Rakyat. 

Setiap hari,saya jalan kaki kesekolah , Pagi sebelum berangkat kesekolah,ibu saya menyediakan ubi rebus atau pisang rebus ,karena keluarga kami hidup dalam kondisi memprihatinkan, Ayah  saya,Kusir Bendi ,harus membesarkan kami anak anaknya,yang  total 11 orang,tapi 2 orang adik saya meninggal sejak kecil.

Jadi berarti ada 9 mulut anak yang harus dikasih makan. Karena itu,tidak ada uang jajan kesekolah. Kalau ada kelebihan,terkadang ibu membungkuskan sepotong ubi rebus untuk saya dan adik untuk dibawa kesekolah. Kalau tidak ada,maka pada waktu anak anak turun main dan istirahat untuk menikmati bekal yang dibawanya,maka saya diam diam lari ke leding dan minum air leding sepuasnya. 

Dirundung Jagoan Sekolah

Saya sering jadi bahan olok olokan,terutama dari seorang jagoan yang ditakuti disekolah,yang nama julukannya Bomber,karena tubuhnya besar dan usianya jauh lebih tua dibanding rata rata murid kelas 6, Suatu waktu,saya sedang membuka bungkusan ubi rebus pemberian ibu saya,

Tapi direbut oleh si Bomber dan sambil tertawa tawa menjadikannya mainan ,ditendang kesana kemari.  Tubuh saya  mengigil menahan marah dan memandangi si Bomber yang lagi asyik ,menendang ubi rebus pemberian ibu saya. Dan si Bomber bilang :"Apa lu liat anak Kusir Bendi ha? Mau gua jadikan lu kayak bola?"

Saya sudah tidak mampu menahan diri dan berkata :"Bomber,laki laki berkelahi tidak pakai mulut,tapi pakai tangan dan kaki.Gua tunggu lu pulang sekolah " Semua anak anak terdiam. Mereka rasa tidak percaya ,saya berani menentang si Bomber.jagoan sekolah 

Mengakhiri Perundungan

Begitu lonceng berbunyi tanda sekolah usai, saya langsung kebelakang WC dan menanti si Bomber. Dengan petantang petenteng dan disaksikan banyak anak anak,ia mulai mendekati saya. Karena tangannya lebih panjang ,maka sebelum pukulan saya mengena,hidung saya sudah mengeluarkan darah kena tinju si Bomber. 

Saya merapat dan menghajar keulu hatinya,tapi tak ada efek ,malahan saya yang dihujani pukulan dan kemudian mendorong tubuh saya hingga saya jatuh terjengkang. Begitu saya berusaha bangun ,sebuah tendangan langsung ke wajah saya .Saya mencoba mencoba menangkis dengan tangan saya ,tapi akibatnya jari manis saya patah. 

Mata saya serasa berkunang kunang. Tapi sebagai anak yang terlahir dalam keluarga miskin, patah jari tangan tidak mematahkan semangat saya melawan. Saya berdiri dan dengan sekuat tenaga berlari kearah si Bomber dan menyudul dadanya dengan kepala saya. Si Bomber terkapar  dan tidak sadar diri.  Semua anak anak yang menonton terdiam ,mereka tidak menyangka bahwa si Bomber,terkapar ditangan anak kusir Bendi

Sejak saat itu,saya tidak lagi mau mengalah .Dikampung saya mendapatkan stigma "Pareman" (preman),karena tidak pernah menolak bila ditantang orang.Bahkan saya datangi rumahnya seorang diri ,kalau perkelahian belum tuntas

Hingga sudah punya cucu,sewaktu bertemu sahabat lama,saya dikenalkan sama keluarganya,:"Ini sahabat lama saya yang dulu Pareman di Padang" Tentu saja saya malu,masa lalu di ungkit ungkit,tapi memang kenyataan begitu ,mau apa lagi ya'.  Yang penting,kini saya tidak preman lagi,sudah jadi orang baik baik (hmmmm) 

Nah,itu kisah saya mengatasi perundungan dan sejak saat itu,tidak ada lagi yang berani mencoba merundung saya,karena akan saya datangi rumahnya,dimanapun ia berada.Bahkan di Kompasiana,saya sudah membuktikan bahwa saya tidak mau kalah dan tidak mau mengalah.

Untuk mencegah perundungan,maka semua cucu cucu kami mengikuti kursus ilmu bela diri sejak masih kanak kanak. Cucu pertama juara Wushu,cucu kedua dan ketiga taekwondo,sedangkan cucu yang di Jakarta Karate. Membekali anak cucu dengan ilmu bela diri,salah satu cara mencegah mereka jadi bulan bulanan perundung .

Dulu saya bisa memecahkan buah kelapa dengan tangan kosong,tapi kalau sekarang saya cobakan ,mungkin yang patah tangan saya ,karena sudah puluhan tahun tidak pernah  berlatih lagi

Silakan dipilah,mana yang patut ditiru dan mana yang jangan

Catatan: foto diatas menunjukan jari manis tangan kiri saya mengalami cacat permanen,karena melawan perundungan ,tapi semangat tidak pernah mau kalah ,tidak pernah surut. 

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun