Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Takkan Ada Penulis yang Mampu Bertahan Tanpa Pembaca

13 April 2021   18:58 Diperbarui: 13 April 2021   19:53 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: jeffbullas.com

Vote dan Komentar Merupakan Asupan Vital Agar Kelangsungan Hidup Sebagai Penulis Dapat Dipertahankan

Penerbit manapun di dunia ini,pasti akan memperkirakan,apakah naskah yang disodorkan oleh Penulis,memungkinkan untuk meraih banyak Pembaca? 

Bila Penerbit tidak yakin bahwa konten yang akan menjiwai buku tersebut diminati pembaca,maka mustahil akan mau membuang waktu dan biaya untuk mencetak buku tersebut .Begitu buku pertama di launching dan sudah terlihat tanda tanda adanya minat yang cukup besar dari para konsumen,yakni para pembaca,maka selanjutnya Penerbit yang bersangkutan akan berani melangkah lebih lanjut. Hal ini saya alami sendiri,sewaktu buku perdana saya yang berjudul:" Aplikasi Reiki Dalam Penyembuhan Diri Sendiri dan Orang Lain" selesai dicetak,saya langsung dipanggil oleh Chief Editor PT Elekmedia Komputindo ,yang berkantor di gedung Kompas,jalan Palmerah di Jakarta.

Pada waktu itu adalah Ir.Aloysius Subagiyo. Pesannya begini:"Pak Effendi,buku pertama mendapatkan sambutan hangat dan dipastikan akan dicetak ulang .Untuk selanjutnya,saya sarankan ,agar jangan menunggu hingga naskah buku selesai dicetak,baru menulis naskah baru .Tapi begitu naskah diserahkan langsung tulis naskah berikutnya"Tapi seandainya,buku pertama tidak diminati orang,maka tentu ceritanya akan sangat berbeda. Kesimpulannya:"Minat pembaca menentukan,apakah sebuah buku akan dicetak ulang atau tidak,bukan atas permintaan kita. 

Nah,dalam hal ini,sebagai Penulis,saya tidak peduli apakah buku tersebut dibeli orang untuk dijadikan panjangan atau sekedar pelengkap perpustakaan pribadi tanpa dibaca sama sekali atau dibeli dan langsung dibaca secara antusias. 

Begitu juga,saya tidak perlu memikirkan apakah setelah membaca buku tersebut ada dari pembaca yang memberikan komentar atau tidak. Yang penting,selama Penerbit mau menerbitkan naskah saya,maka saya akan terus menulis

Sama Sama Menulis Tapi Beda Asupan

Walaupun sama sama menulis,tetapi ada perbedaan yang sangat mendasar,bila dibandingkan dengan menulis di Kompasiana.Pertama,bila artikel kita tidak dibaca orang,maka walaupun mendapatkan label hl atau HL,semangat menulis kita akan merosot dan kemudian padam.

Yang berakhir dengan offline nya diri kita dari dunia tulis menulis.Begitu juga bilamana tulisan kita,walaupun lumayan ada yang membaca, tapi tidak seorangpun yang mau menyempatkan singgah untuk memberikan vote atau komentar,maka ibarat hidup tanpa mendapatkan asupan bahan makanan,semangat menulis kita akan layu dan mati 

No Comment Means NO Use ?

Tidak ada komentar sama sekali,dapat dimaknai bahwa tulisan kita sama sekali tidak bermanfaat bagi para pembaca.?  Tentu tak elok bila kita menghakimi tulisan orang lain. Bukankah lebih baik urus diri sendiri,ketimbang kepo mengurus tulisan orang lain?   Selanjutnya   mengenai "vote" adalah "balas kunjungan sesuai tatakrama",yang memiliki makna ganda. Bisa jadi karena memang tulisan kita menarik atau bermanfaat,tapi  boleh jadi hanya sekedar kunjungan balasan semata mata  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun