Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel Kehidupan (Bagian 1)

22 Februari 2021   19:52 Diperbarui: 23 Februari 2021   04:22 1504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar; dokumentasi pribadi

Tiada Siapa Siapa Selain Dari Tuhan

Leni, seonga wanita muda  ibu dari seorang anak laki laki yang belum genap 4 tahun, sedang berusaha untuk mengangkat kasur, satu satunya harta mereka yang ada didalam gubuk. Sementara air sudah mencapai batas lututnya.  

Putranya, sudah sejak dari tadi diangkat dan diletakkan diatas meja .Dalam suasana yang remang remang dan hanya diterangi sebatang lilin, Leni mencoba untuk mengangkat kasur untuk di letakkan diatas meja . Namun apalah dayanya sebagai seoramg wanita. Betapapun ia berusaha sekuat tenaga ,tetap saja tidak mampu mengangkat kasur yang sudah lusuh keatas meja. Apalagi tubuhnya yang kurus kering,mana mampu mengangkat beban berat. Aliran listrik sudah diputus oleh Petugas,karena Leni dan suaminya tidak mampu melunaskan tagihan yang sudah menumpuk selama 2 bulan. Sejak saat itu dimalam hari mereka hidup dengan diterangi lampu dinding dan lilin 

Syukurlah suaminya Edi turun tergesa gesa dari atas loteng darurat dan berkata:" Sayang , atap yang bocor,sudah papa perbaiki.Kita bisa naik keatas.Karena kali ini air naik sangat cepat. Ia mengambil kasur dari tangan isterinya dan langsung dinaikkan ke atas rak kayu yang tingginya sekitar 2 meteran.  Edi mengambil kursi. Menaikan keatas meja dan kemudian minta isterinya naik keatas loteng.

Tangan Leni berusaha menggapai balok diatas dan berhasil. Edi membantu agar istrinya naik. Kemudian menggendong putranya Mardi diatas pundaknya.Naik keatas kursi dan Leni menggapai putranya untuk bisa diatas keatas. Syukur semuanya berjalan lancar .Dan kini giliran Edi yang naik.

Mereka harus sangat hati hati ,karena sesungguhnya loteng ini bukan tempat yang bisa dinaiki ,melainkan hanya sekedar menampung plafond rumah .Karena itu ,diatas kabel kabel listrik yang sudah tua ,tampak terbuka akibat di gerogoti tikus. 

Bagi mereka, tinggal disini sudah terbiasa yang namanya tikus mondar mandir diatas tempat tidur, bahkan kalau air naik, puluhan ekor kecoa mengungsi dibalik kelambu yang sudah bolong disana sini. 

Edi mencoba melirik kebawah dan dengan menggunakan senter ditangannya, ia dapat menyaksikan bahwa didalam gubuk mereka sudah penuh dengan air Tapi ia bersyukur,anak isterinya sudah berada ditempat yang aman. Mereka berusaha untuk tidak bergerak.Karena setiap kali bergerak, kayu kayu rapuh yang menahan beban ,serasa akan ambruk. 

Sambil memeluk putranya yang menggigil.kedinginan,Edi dan Leni berdoa . Karena setiap kali banjir melanda gubuk mereka ,yang  terjadi dua tiga kali dalam sebulan,yang tahu bahwa mereka sedang kebanjiran ,hanyalah Tuhan dan mereka bertiga. Tak seorangpun peduli nasib mereka,karena setiap orang punya kesibukan masing masing. Dan mereka tidak pernah menyalahkan siapapun .Karena bagi mereka inilah hidup yang harus mereka lalui,untuk dapat mengubah nasib mereka . Bahkan orang tua kedua belah pihak,sama sekali tidak tahu bahwa anak cucu mereka hidup dalam gubuk yang pengap dan kumuh. Karena sejak menikah,keduanya sudah bertekad untuk tidak akan memikulkan beban hidup mereka kepada kedua orang tua mereka.

Anak menangis minta makan

Tetiba ,begitu selesai mereka berdoa.putra mereka dengan memelas berkata lirih:" papa mama.saya lapar" . Keduanya baru sadar,bahwa saking sibuknya menyelamatkan kasur dan pakaian ,mereka belum sempat makan malam. Makanan yang tadinya untuk makan malam ,masih berada dalam lemari.Tapi kini lemari sudah tenggelam .  Keduanya hanya saling pandang dan tanpa terasa ,mata keduanya basah. Tapi mereka harus berbuat sesuatu,karena putra mereka yang sudah seminggu sakit sakitan akibat kurang gizi dan tinggal ditempat kumuh,tampak pucat. Dan dengan suara semakin lirih mengulangi lagi:"Papa mama...saya lapar"

"Sayang, jaga anak kita, papa akan turun kebawah ,rasanya masih ada  sebungkus mie diatas rak rak kayu.yang tidak terendam air."  Hati hati ya pa." hanya itu yang dapat diucapkannya kepada suaminya.

Edi berdiri dan melangkah untuk turun. Tangannya memegang balok penyangga loteng dan kemudian menurunkan tubuhnya perlahan lahan. Tapi karena sepanjang hari sudah menguras tenaganya dengan menjadi buruh bongkar muat,ditambah lagi belum makan malam.maka saat kedua tangannya mencoba menyanggah tubuhnya,untuk turun ,kursi yang dijadikan tempat berpijaknya ,bergeser dan bunyi tubuh jatuh kedalam air ..

Mendengar bunyi sesuatu yang jatuh ,jantung Leni seakan mau copot. Tapi apa yang dapat dilakukannya?  Dalam pelukannya ,putranya mengigil kelaparan dan seandainya ia berteriak minta tolong.,tidak akan ada yang mendengarkan. Karena yang tahu bahwa mereka terkurung dalam banjir dan belum makan, hanya diri mereka dan Tuhan....

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun