Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Banjir Sanjungan

18 Januari 2021   09:04 Diperbarui: 18 Januari 2021   09:43 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: id.pinterest

Jangan Sampai Menyebabkan Diri Kita Melonjak

Kalau mau berbicara sejujurnya,siapa yang tidak senang mendapatkan puji pujian?  Bahkan diri saya sebagai orang yang dibilang :"sudah sepuh" sejujurnya ,saya lebih senang mendapatkan pujian,ketimbang dimarahin atau diomelin. Bahkan kritikan sehalus jarum penjahit yang berbunyi:"Too good to be true " sempat membuat saya melakukan kontemplasi,untuk merenungkan,apakah ada yang salah dalam tulisan saya?

Nah,banjir sanjungan,secara tanpa sadar berpotensi menyebabkan orang menjadi mabuk  dan lupa diri. Kalau biasanya berjalan dengan hati hati,agar tidak terperosok ,tapi sejak mendapatkan banjir kiriman pujian lewat komentar dan tulisan,membuat saya mabuk. Lubang hidung saya mendadak naik keatas dan saya mulai berjalan dengan kepala mendongak .Akibatnya dapat menyebabkan kaki saya terperosok kedalam lubang dan baru sadar setelah merasakan sakitnya,terperosok .

Karena itu setiap kali saya mendapatkan sanjungan,saya selalu ingatkan diri,agar tetaplah humble. Seperti yang pernah saya tulis:"Diatas langit ,masih ada langit"

Akibat Mabuk Sanjungan Tanpa Sadar Tulisan Kita Bernada Menggurui Orang

Kalau saya ikutan mabuk pujian dan merasa diri orang yang:

  • paling hebat
  • paling berpengalaman
  • paling arif dan bijak
  • paling tahu bersyukur
  • paling setia pada isteri
  • paling berjiwa nasional
  • paling pemaaf
  • paling kaya
  • paling ngetop
  • dan seterusnya

Maka secara tanpa sadar, baik dalam tulisan saya ,maupun dalam pembicaraan verbal,kata kata yang keluar adalah bersifat menggurui.misalnya:

  • Hai kalian kalian kaum mileneal.contohlah saya
  • saya paling kaya pengalaman 
  • paling berhasil 
  • kalian apaan tuh 
  • sayalah contoh cinta paling sejati di dunia akhirat 
  • paling arif dan bijak sana

Bila saya lakukan hal ini sesekali,mungkin orang maklum.kalau orang sudah tua itu biasalah :"nyinyir" sok paling arif. Tapi kalau sudah keseringan maka orang akan menghindar dari tulisan kita, Tak kalahnya dengan orang menghindari Covid 19.karena muak mendengarkan kotbah dari diri kita yang merasa diri paling hebat sejagat raya.

Nah,untuk menghindari jangan sampai tulisan kita menjadi penyebab  orang mual mual ,maka lakukanlan kontemplasi diri. Bahwa semua sanjungan yang diterima tak lebih hanyalah sebuah ungkapan apresiasi bahwa diri saya adalah sosok orang tua yang patut dihargai.Bukan lantaran sosok paling bijaksana sealam semesta.Tetaplah membumi ,jangan langsung melonjak .Kalau memang diri paling hebat,mengapa nama kita tidak ada dalam sejarah?

Hanya satu kalimat saja yakni:"Still humble"  Bila merasa diri sukses dan pintar,ya bersyukurlah,tapi tetaplah rendah hati.Contohlah ilmu padi,semakin berisi semakin merunduk

Hanya sebuah renungan pagi,untuk saling mengingatkan:"Jangan sombong"

Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun