Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senang Bisa Mengecoh Tuhan

9 Desember 2019   13:30 Diperbarui: 9 Desember 2019   15:46 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: animhosnan.blogspot.com

Terkadang Manusia Merasa Diri Lebih Pintar dari  Tuhan
Kisah ini, sudah saya dengar sejak saya masih duduk di SMP. Siapa pengarangnya, sungguh saya tidak tahu. Hanya kisah dari mulut ke mulut, namun begitu meresap hingga tetap teringat hingga usia menua. Tapi agar jangan ada yang tersinggung, maka nama tempat dan nama orangnya disamarkan.

Kisah Pemilik Kebun Kelapa yang Kaya 
Alkisah, seorang Tuan tanah,yang akrab dipanggil "pak Pelit" karena prinsip hidupnya uang boleh masuk setiap saat, tapi jangan ada uang keluar. Di samping memiliki tambak ikan yang sangat luas, juga mempunyai kebun kelapa. Lebih dari seribu pohon kelapa, yang setiap bulan di panen secara bergantian. 

Untuk upah memetik buah kelapa, pak Pelit tidak mau mengeluarkan uang. Karena baginya yang masuk "OK", uang keluar? "No, way!" 

Karena itu, sebagai upahnya setiap pohon kelapa yang dipanen maka yang memetik kelapa diberikan upah 2 butir kelapa. Karena tidak punya penghasilan lain, maka beberapa orang yang bekerja sebagai tenaga lepas, pada pak Pelit terpaksa menerima persyaratan ini ketimbang tidak mendapatkan pekerjaan.

Mulai Menghitung Jumlah Kelapa Sebagai Upah Memetik 
Seperti biasanya, menghitung uang adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi pak Pelit. Pada masa itu, uang dimasukan ke dalam tabung bambu agar tidak bisa dicuri orang. 

Usai menghitung uang yang dimilikinya, pak Pelit duduk sambil tersenyum bahagia. Tiba-tiba, bagaikan mendapatkan bisikan, pak Pelit mulai menghitung berapa banyak kelapa yang sudah dibayarkan sebagai upah bagi para Pemetik Kelapa di kebunnya. 

Setiap satu pohon yang sudah dipanen ia harus membayarkan 2 butir kelapa. 100 Batang berarti 100 X 2 butir kelapa=200 butir kelapa. Kalau 1000 pohon, berarti ia harus kehilangan 1000 x 2 butir=2000 butir kelapa. Sungguh ia tidak ikhlas kehilangan kelapa sebanyak itu. Apalagi membayangkan, kalau 2 ribu butir kelapa itu di jual di pasar.

Ia membayangkan, bila ia mampu mencicil memetik buah kelapa dengan tangannya sendiri berarti ia dapat menghemat secara fantastis. Sambil tersenyum ia memuji dirinya sendiri yang menurutnya cerdik pandai. 

Maka terobsesi oleh filofosi "waktu adalah uang", pak Pelit langsung membuka bajunya agar jangan sampai rusak dan bergesekan dengan pohon kelapa ketika ia memanjat. Sekali lagi ia memuji dirinya, yang memiliki ketajaman dalam masalah hitung menghitung uang.

2 Pohon Kelapa Sudah Berhasil Dipetik Buahnya
Walaupun dengan bersusah payah, 2 batang pohon kelapa sudah berhasil dipetik. Perasaan Pak Pelit melambung tinggi dan sekali lagi memuji dirinya sebagai ekonom sejati. Ia mulai memanjat pohon ketiga. 

Setibanya di atas, baru memetik beberapa butir kelapa, tiba-tiba angin kencang bertiup dan matanya kemasukan serat dari serpihan serabut pohon. Sehingga buah kelapa yang sudah dipetik, tertinggal di sela pelepah pohon karena Pak Pelit sudah mulai panik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun