Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belajar Bersyukur dari Penderitaan Hidup

17 September 2019   07:50 Diperbarui: 17 September 2019   07:58 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto setelah nasib kami berubah /dokumentasi pribadi

Dulu Rasanya Beban Hidup Sudah Tak Tertahankan Lagi 

Pada waktu hidup dalam penderitaan selama bertahun tahun, terasa seakan setiap detik begitu lambat berlalu. Mengharap dan mendambakan ,semoga dengan terbitnya sinar mentari, hidup kami akan ada perubahan. 

Tapi ternyata setiap hari kami menghadapi hari hari yang menyakitkan.Kata orang,berdoa yang banyak  dan kami berdua sudah berdoa dalam setiap tarikan nafas.

Tapi mengapa doa doa yang terlahir dari lubuk hati yang terdalam seakan membentur dinding tembok? Apa dosa kami ya Tuhan? Kami tidak minta kaya. Yang kami mohonkan, bisa memberikan makanan yang layak bagi putra kami yang baru satu orang.  Kami tidak punya siapa siapa di dunia ini,yang dapat kami andalkan 

Dengan berlinang air mata, kami jalani hari hari dengan tetap berharap,semoga suatu waktu Tuhan akan iba pada kami bertiga. Tujuh tahun lamanya, kami hidup merangkak dalam lumpur. Dan saat yang paling menyakitkan ,bukanlah ketika saya terjatuh dari ketika ikut kerja bongkar muat barang, tapi justru di saat hari ulang tahun putra kami yang masih balita.

Papa Mama ,Boleh Minta Kue Ulang Tahun?

"Hari ini saya kan ulang tahun, boleh minta belikan kue ,pa ..ma.. ?" pinta putra kami, sambil memeluk kami dengan lengannya yang kurus dan pucat. Kami berdua terdiam. Tak tega untuk menjawab. Karena memang tak ada lagi uang yang tersisa,karena sudah habis untuk biaya pengobatan putra kami, yang sakit selama dua minggu.

Menengok  kami berdua terdiam, putra kami melanjutkan, berkata "Papa mama. kalau tidak ada uang,permen saja ya", kata putra kami sambil menggenggam tangan saya dengan jemarinya yang mungil dan kurus, tak mampu saya menahan air mata menetes di lantai yang kumuh. "Jangan menangis papa mama. 

Kalau tidak ada uang tidak apa apa "suara putra kami Irmansyah dengan suara lirih.Mendengarkan kalimat ini keluar dari mulut anak yang hari ini genap 5 tahun, pertahanan kami berdua bobol Sambil berlutut, kami berdua memeluknya dengan penuh kasih sayang.

Kini Kami Memahami "Jalan Pikiran Tuhan"

7 Tahun kemudian, ketika nasib kami berubah total, kami baru menyadari jalan Tuhan. Kami bersyukur,semuanya sudah kami lalui dengan selamat. Dan di usia menua, kami dapat menikmati hidup dengan layak. Sungguh,kita sebagai manusia ,tidak mampu :"menyelami jalan pikiran Tuhan". Sungguh Maha Besarlah Tuhan 

Renungan di pagi hari

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun