Saya ambil payung yang disodorkan dan tampak tangan tangan kecil yang  memegang payung ini,memucat dan tubuhnya menggigil. Saya panggil :"Kamu sini berpayung sama saya. Ntar Tante ambil payung satu lagi ya".Tapi anak ini justru menjauh dari saya ,sambil berkata:"Tidak usah Om.Kami sudah biasa begini"
Sambil berjalan,saya tanya kepada anak anak ini:"Disuruh orang tua kalian ya?"Hampir serentak mereka menjawab:"Bukan Om.Kami ikhlas membantu ayah dan ibu,yang sudah kerja keras menyekolahkan kami." Dan tanpa ditanya ,memperkenalkan diri:"Saya Anto Om.kalau ini teman saya Akbar dan Bono Om"
Anto yang paling banyak bicara,sementara teman temannya lebih banyak diam. Dan tanpa ditanya,Anto masih melanjutkan.:"Hujan bagi kami adalah berkah Om.Bila dari sore hingga malam,hujan tidak berhenti,kami bisa dapat uang masing masing sekitar sepuluh ribuan .Ini sebagai rasa tanggung jawab kami pada orang tua Om"
Dan ketika saya serahkan selembar uang kertas kepada Anto.Matanya agak terbelalak dan berulang kali mengatakan :"Aduh maaf Om.tidak cukup untuk uang kembaliannya. Maaf ya Om,boleh saya tukarkan sebentar?"Â
Berkali kali minta maaf padahal bukan salah mereka. Ketika saya katakan bahwa uang itu untuk mereka bertiga dan tidak usah dikembalikan ,dengan suara serak mereka bertiga berulang kali mengucapkan :"Terima kasih Om Tante"dan membungkukan badan sebagai rasa terima kasih.
Anak anak seusia seperti Anto dan teman temannya ini, sejatinya ,belum sampai pada pemahaman falsafah hidup,tentang tanggung  jawab. Tapi  ditempa oleh kehidupan yang keras dan pahit,mereka sudah jauh lebih dewasa dibandingkan dengan umur mereka yang mungkin sekitar 10 tahun.
Saya merasa menyesal telah berburuk sangka,bahwa mereka melakukan ini,karena disuruh orang tua. Ternyata hidup selama tiga perempat abad di dunia ini,tidak cukup menjadikan diri saya manusia yang arif menyikapi hidup.
Syukur saya sempat bertanya. Seandainya saya diam,maka dalam diri saya mungkin sudah mengumbar sumpah serapah terhadap orang tua mereka,karena menurut saya sudah mengeksploitasi anak anak mereka,demi uang.Â
Alangkah naifnya saya karena merasa hanya diri saya saja yang tahu menyayangi anak anak. Sejak saat itu,saya belajar lebih cermat lagi,agar menjadi manusia,yang tidak cepat cepat menghakimi orang lain.
Renungan di Musim Semi
Tjiptadinata Effendi