Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanpa Ibu, Kita Semua Tidak Akan Pernah Ada

21 Desember 2018   23:27 Diperbarui: 21 Desember 2018   23:39 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi :idn.times

Merayakan Hari Ibu Bukan Mutlak Untuk Kaum Wanita

Mengenai asal muasal sejarah ditetapkannya tanggal 22 Desember, secara resmi menjadi Hari Ibu secara nasional,sudah terlalu banyak yang mengulas,termasuk beberapa media arus utama. Sehingga menyalin ulang berita tersebut tentu hanya merupakan hal yang tidak bermanfaat lagi. 

Merayakan Hari Ibu tentu tidak sama dengan merayakan hari Kartini, yang jatuh pada tanggal 21 April,yang memang dirayakan secara khusus oleh kaum wanita. Karena Kartini adalah sosok, yang merupakan ikon kebangkitan kaum perempuan di Indonesia, untuk tampil lebih berperan Walaupun, sesungguhnya, pahlawan wanita Indonesia,bukanlah satu satunya R.A.Kartini.

Merayakan Hari Kartini,lazimnya ditandai dengan lomba menggunakan kebaya ,baca puisi dan apa saja, yang kiranya dapat menjadi sarana untuk mengingatkan kaum wanita Indonesia, akan jasa Kartini ,dalam menyembatani peran wanita zaman dulu memasuki era emansipasi

Kembali Ketopik

Walaupun memasuki era milenial ,namun hingga kini,masih banyak yang beranggapan bahwa merayakan Hari Ibu adalah urusan kaum wanita. Padahal sesungguhnya,tanpa ibu,tak seorangpun akan pernah ada di dunia ini.

Sehingga betapapun tingginya kedudukan seorang pria atau setua apapun usianya,tetapi saja merupakan hal yang sangat relevan, untuk ikut berperan serta merayakan Hari Ibu,sesuai dengan  kondisi masing  masing. Setidaknya memanfaatkan momentum ini,untuk menyediakan waktu ,melakukan refleksi diri. 

Kosa kata :"ibu"disini,tentu tidak dimaksukan semata mata ibu yang telah melahirkan diri kita secara pribadi,namun setiap wanita yang telah melahirkan anak anak dari rahimnya,adalah seorang ibu. Termasuk tentunya istri kita masing masing. Setiap orang,tentu memiliki kenangan tersendiri terhadap wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya.

Bagi saya pribadi,hal yang selalu ada dalam ingatan saya adalah bahwa demi kami anak anaknya, ibu saya dengan rela,makan kerak setiap hari,karena persediaan beras tidak mencukupi untuk membesarkan kami anak anak kandungnya,yang total berjumlah 11 orang.

Alasan ibu saya pada waktu itu adalah bahwa kerak itu enak. Tapi suatu waktu,secara iseng saya mencoba makan kerak dengan garam dan sepotong cabe, saya baru tahu bahwa ibu saya telah : "berbohong",demi kami anak anaknya bisa makan nasi.

Hal ini tertanam dalam di jiwa saya dan sejak saat itu,saya sangat menghormati wanita. Sewaktu masih muda, saya sering berantem, sehingga dikampung saya dibilang: preman". Tapi satu hal yang seumur hidup tidak pernah saya lakukan, adalah mengganggu wanita, karena saya sangat mencintai dan menghormati ibu saya. Hingga diusia menua,bila menengok ada wanita yang berdiri di kereta api, selalu  saya tawarkan tempat duduk saya,bukan karena wanita cantik, tapi juga nenek nenek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun