Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Terburu-buru Mengambil Kesimpulan

12 Desember 2018   21:53 Diperbarui: 12 Desember 2018   22:33 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:Islammedia.com

Don't judge a book by its cover.
Terburu buru mengambil kesimpulan ,hanya dengan mendengar sepintas atau melihat dari kejauhan,hanya akan menimbulkan rasa sesal dalam diri,karena sudah terlanjur berprasangka buruk terhadap seseorang. 

Bahkan mungkin sudah secara langsung menegur atau menyampaikan  kritikan,tanpa merasa perlu untuk menyelidiki terlebih dulu.Ketika sudah terlanjur menegur atau memarahi sosok yang diprediksi telah melakukan suatu hal yang menurut kita salah, baru tahu bahwa sesungguhnya,bukanlah seperti apa yang kita sangka.Dan bila hal ini terlanjur terjadi,walaupun sesudah itu,kita minta maaf,namun kita sudah terlanjur melukai hati orang.

Pengalaman Pribadi
Ketika masih tinggal di jakarta,saya bertemu dengan salah satu saudara sepupu,yang sudah puluhan tahun tidak pernah bertemu lagi,sejak kami berpisah dikota Padang. Tapi menengok kondisinya ,kentara benar,bahwa kondisi ekonominya ,sangat minim.Kami sempat makan siang bersama di Glodok ,sambil bercerita kisah nostalgia dimasa lalu.

Namun,setiap kali usai bercerita sepotong kenangan masa lalu. Yudi tampak menghela nafas panjang,seakan menahan beban berat. Betapapun dalamnya rasa simpathi dan empathi kita,namun yang dapat dilakukan adalah sekedar  membantu semampunya .Karena tidak ada orang,yang mampu memikul beban hidup orang lain,walaupun ada niat untuk membantu.

Dalam hati,timbul rasa berang  saya terhadap kakak kandungnya,yang  terkenal sebagai salah satu pengusaha kaya .Rumahnya mewah dan luas. Sewaktu menikahkan putrinya,kami diundang  ke salah satu hotel berbintang  5. Karena itu saya sangat heran ,betapa teganya ,ia membiarkan adik kandungnya Yudi ,hidup dalam kondisi yang morat marit. 

Terdorong oleh hasrat hati ingin meringankan penderitaan Yudi,maka saya dan istri menyempatkan diri,untuk  berkunjung kerumah kakaknya yang kaya raya. 

Kebetulan ia ada dirumah dan kami sempat ngobrol sana sini. Akhirnya,saya memberanikan diri,untuk menanyakan,mengapa kondisi adiknya Yudi ,bisa seperti itu? 

Walaupun saya berusaha untuk menanyakan dengan sopan,namun mungkin dari nada dan intonansi suara saya ,kakakya yang bernama Heru dapat merasakan ,ada nada tegoran dalam pertanyaan saya. Karena itu ia menjawab:"Maaf ya,kita bukan hanya berteman sejak kecil,tapi kita juga memiliki hubungan kekeluargaan yang dekat.

Banyak yang menyangka bahwa saya tidak peduli akan saudara kandung sendiri.Padahal saya sudah sejak dulu mengajaknya kerja di perusahaan saya ,namun Yudi menolak. Katanya  mau berdikari. 

Mau dibantu secara ekonomi.malahanYudi tersinggung. Terus bagaimana saya bisa memaksa Yudi  menerima uang dari saya ?" Kata Heru dengan nada sedih. "Cobalah tolong sampaikan,bahwa saya adalah kakak kandungnya dan dengan ikhlas ingin membantu.Kalau Yudi bersedia ,ia tidak harus bekerja di perusahaan saya,akan saya bantu agar ia bisa mulai  usaha sendiri. " kata Heru.

Menjadi  Pelajaran Berharga Bagi Saya Pribadi
Saya merasa sangat malu,karena sudah mencampuri urusan dalam keluarga orang lain,walaupun ia masih keluarga dekat dengan kami. Apalagi  hanya dengan menyaksikan kondisi Yudi,adiknya, saya sudah mengambil kesimpulan yang keliru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun