Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mempertaruhkan Hidup Hanya untuk Sepiring Nasi

23 Januari 2018   20:59 Diperbarui: 23 Januari 2018   21:29 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: trikbola.online.com

Sama sama dilahirkan dari rahim Ibu Pertiwi,namun perjalanan hidup telah menyebabkan nasib orang berbeda bagaikan siang dan malam.Ada yang dapat menghimpun uang dalam jumlah tak terhingga,semudah membalikan telapak tangan. 

Bahkan ada juga ,yang hanya dengan tanda tangan pada kertas saja,sudah menghasilkan uang dalam jumlah fantastis.

Namun disudut lainnya, tidak sedikit orang yang harus mau mempertaruhkan hidupnya,hanya demi sepring nasi. Ini bukan dongeng dan juga bukan hasil imaginasi. 

Sejak saya masih sekolah,sudah menyaksikan bagaimana Ajo, asal Pariaman, setiap bulan datang kerumah orang tua kami di Pulau Karam.untuk memanjat pohon kelapa. 

Menengok phisiknya pada waktu itu,mungkin usianya sudah mendekati angka 60-an tahun. Namun karena tidak memiliki ketrampilan lain,maka satu satunya jalan agar hidupnya tidak menjadi beban bagi keluarganya,adalah meerima upah untuk memanjat pohon kelapa.

Standar Upah 2 Butir Kelapa untuk Sebatang Pohon

Standar upah yang berlaku pada waktu itu,adalah setiap selesai tugas memanjat sebatang pohon kelapa,menurunkan kelapa yang tua dan sekaligus membersihkan pelepah yang sudah tua,Ajo mendapatkan 2 butir kelapa.Atau bisa diganti dengan uang ,yang senilai dengan harga 2 butir kelapa.Ajo senang memanjat pohon kelapa dirumah kami,karena selalu kami sediakan makanan kecil dan minuman,untuknya. 

Suatu waktu, sewaktu Ajo duduk melepaskan lelah,setelah menyelesaikan tugasnya memanjat 6  batang pohon kelapa dirumah kami,saya sempat bertanya:"Ajo ala gaek,manga masih manjek juo? (Ajo sudah tua,mengapa masih memanjat pohon juga?)  Apa jawaban Ajo? "Kalau ambo pensiun mamanjek,pensiun pulo dari iduik",katanya sambil menghela nafas (kalau saya pensiun memanjat pohon,berarti saya harus pensiun dari hidup")

Mengapa Bisa Terjadi  Perbedaan Nasib Yang Begitu Bertolak Belakang?

Sungguh saya sudah berusaha mencari jawabannya.tapi hingga diusia menjelang 75 tahun,sejujurnya saya belum menemukan jawaban yang tepat.

Ada yang mengatakan "karma" ada juga yang mengatakan "ujian hidup"Tapi bagi orang seperti Ajo,sama sekali tidak paham akan istilah istilah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun