Mohon tunggu...
Tjan Sie Tek
Tjan Sie Tek Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengusaha, Konsultan, Penerjemah Tersumpah

CEO, Center for New Indonesia; Sworn Translator, member The Indonesian Translators Association (Ind. HPI)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

IQ Tinggi Tidak Jamin Sukses Kepemimpinan

2 Agustus 2019   20:17 Diperbarui: 2 Agustus 2019   20:30 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Ada anggapan bahwa pemimpin yang ideal memiliki IQ yang tinggi dan kecerdasan tingkat pucuk. Tetapi, sains membuktikan yang sebaliknya.

A.  Orang yang ber-IQ di atas 120 dianggap bukan pemimpin yang berhasil atau ideal

Prof. Dean K. Simonton, Jurusan Psikologi Universitas California di Davis, AS., berteori bahwa setelah tingkat kecerdasan tertentu, kecerdasan yang lebih tinggi akan menimbulkan penurunan keefektivan/ketepat-hasilan kepemimpinan. Alasannya sederhana, yaitu orang-orang yang ber-IQ tinggi cenderung perfeksionis, atau ingin segalanya sempurna. Mereka tidak dapat menyerahkan tugas kepada bawahan mereka. Mereka tidak mau menerima hasil apa pun yang tidak sempurna. Mereka cenderung mengalami persoalan komunikasi dengan orang-orang yang ber-IQ lebih rendah.

Untuk mencari tahu kebenaran teori kepemimpinan tersebut, Prof. John Antonakis, Universitas Lausanne, Perancis, Prof. Robert. J. House, sekarang almarhum, dari Fakultas Manajemen Wharton, Universitas Pennsylvania, dan Dean K. Simonton melakukan penelitian bersama.

Mereka menulis artikel yang merupakan hasil penelitian bersama itu, diterbitkan pada Maret 2017 oleh Jurnal Psikologi Terapan, dengan judul "Can Supersmart Leaders suffer from too much of a good thing?: The Curvilinear Effect of Intelligence on Perceived Leadership Behavior ("Mungkinkah orang yang super cerdas menderita karena luar biasa cerdas?: Dampak Kurvilinear (huruf U terbalik) dari Kecerdasan terhadap Perilaku Kepemimpinan menurut Persepsi).

Penelitian mereka berdasarkan data yang dikumpulkan dari 379 orang manajer menengah di sejumlah perusahaan Eropa dalam berbagai industri. 

Para peneliti itu menelusuri para manajer tersebut selama 6 tahun. Tingkat-tingkat IQ para manajer itu diukur secara berkala selama masa tersebut. Mereka juga diberi sejumlah tes kepribadian. Lalu, para peneliti menanyai para bawahan mereka tentang keefektivan para pemimpin mereka itu.

Setiap manajer diberi suatu peringkat oleh minimum 8 orang di antara rekan mereka yang setingkat. Para peneliti menerapkan Daftar Tanya Kepemimpinan dengan Banyak Faktor (MLQ) untuk mengukur mutu kepemimpinan para manajer tersebut. 

Daftar tanya itu juga minta para bawahan mereka memeringkat para manajer masing-masing berdasarkan 2 gaya kepemimpinan, yaitu transformasional (bersifat mengubah) dan instrumental (berperan penting).

Ringkasan temuan mereka:

a. Kecerdasan penting tetapi hanya sampai tingkat tertentu.

b. Orang-orang yang terlalu cerdas dibandingkan dengan kelompok yang mereka pimpin dapat membatasi keefektivan kepemimpinan mereka.

c. Ketika tingkat IQ melebihi 120, keefektivan kepemimpinan turun.

d. Para pemimpin itu mungkin mengalami keterbatasan karena mereka:

 (a) menyajikan "solusi-solusi yang lebih canggih terhadap masalah dan mungkin jauh sulit untuk dipahami" (Simonton, 1985:536); 

(b) memakai cara yang rumit untuk komunikasi lisan dan kecanggihan ekspresif (menggunakan perasaan) yang juga dapat merongrong pengaruh mereka" (Simonton, 1985: 536); dan 

(c) mereka tampak terlalu "menggunakan otak" sehingga menjadikan mereka kurang cocok untuk kelompok yang mereka pimpin (bandingkan dengan Hogg, 2001).

Bagian (c) itu penting untuk ditekankan karena para pemimpin sebaiknya cocok untuk kelompok yang sedang mereka pimpin. Jika mereka terlalu cerdas, mereka secara pergaulan dapat terlihat tersendiri atau terlalu terpisah dari kelompok yang sedang mereka pimpin.

Catatan: dalam hal ini, kita sedang membahas peringkat-peringkat kepemimpinan menurut persepsi, atau tidak objektif.

B. Pentingnya pemilihan kata yang tepat untuk komunikasi

Di bukunya yang berjudul Words that Work, Dr Frank Luntz menulis,"Bukan apa yang anda katakan melainkan apa yang orang lain dengar."

Ia juga mengajarkan 10 Aturan Bahasa yang Tepat-hasil:

1. Sederhana: Pakai kata yang pendek.

2. Ringkas: Pakai kalimat yang pendek.

3. Kredibilitas sepenting falsafah. 

Contoh perkataan anda sebaiknya tulus, tidak bertentangan dengan fakta, keadaan atau persepsi.

4. Konsistensi penting.

Contoh: slogan atau moto sebaiknya ajeg (konsisten), atau tidak berubah-ubah dengan cepat.

Contoh lain: pegang janji.

5. Baru: Bahas atau berikan sesuatu yang baru.

Alasan: orang cepat bosan. Jika anda berbicara hal yang sama berkali-kali, teman bicara anda akan bosan. 

Contoh sesuatu yang baru: Buat kejutan dan guncangan.

6. Suara dan ritme bahasa penting

Dapatkan hati, perhatian atau kerja sama orang lain.

Contoh: tutur dan alunan kata yang ramah serta jelas.

Contoh lain: suara musik untuk slogan, iklan produk atau jasa.

7. Berbicara menurut harapan atau cita-cita pendengarnya. 

Pesan anda perlu menyampaikan apa yang mau orang lain dengar. Orang cepat melupakan kata-kata yang tidak menimbulkan perasaan atau humanis atau sesuai dengan harapan atau cita-cita mereka. 

Contoh:  Saya punya impian.

8. Visualisasikan

Contoh: pakai kata-kata yang membuat pendengarnya mampu dengan cepat  membayangkannya, misalnya "Bayangkan jika kita sukses ...."  

9. Ajukan pertanyaan.

Kadang-kadang yang penting bukan kata-kata yang anda ucapkan melainkan pertanyaan anda. 

Contoh: Apa yang akan anda lakukan seandainya anda dalam posisi saya?

10.Berikan konteks dan jelaskan relevansinya.

Contoh: Untuk konteks, Ronald Reagan memakai slogan "It's morning again in America" pada 1984. 

Untuk relevansi, American Express memakai slogan "Don't leave home without it."

C. Keterbatasan tes IQ 

Potensi dan keberadaan sesungguhnya kecerdasan lain milik seseorang umumnya tidak terdeteksi oleh tes IQ, misalnya:

i. Kecerdasan emosional (EI: EQ));

ii. Kecerdasan spiritual (SI; SpQ),

iii. Kecerdasan kasih-sayang (LI; LQ);

iv. Kecerdasan social (ScI; ScQ);

v. Kecerdasan kebahagiaan (HI; HQ);

vi. Pengalaman;

vii. Pengetahuan praktis;;

viii. Kreativitas;

ix. Imajinasi;

x. Dll.

Semoga bermanfaat. Silakan share dengans emua teman. 

Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun