Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gali Nilai Sejarah Lokal, Teguhkan Identitas Keindonesiaan

28 September 2020   21:36 Diperbarui: 1 Oktober 2020   06:01 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Penjual kain tenun asal Kecamatan Mapitara di Pasar Alok, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Selasa (9/4/2019). (Foto: KOMPAS.com/NANSIANUS TARIS)

Sejarah tak sekedar merekam sebuah peristiwa namun juga menginterpretasi peristiwa. Saat menginterpretasikan peristiwa maka secara otomatis akan merepresentasikan nilai.

Muatan sejarah adalah peristiwa dan nilai. Sejarah sebagai peristiwa dan nilai tak sekedar cukup diwariskan namun harus ada proses dialektika peristipanglingwa dan nilai yang terus-menerus. Dengan kata lain, sejarah adalah rekonstrksi nilai yang terus-menerus.

Sejarah Indonesia bisa dilihat dalam dua kategori besar. Sejarah nasional Indonesia dalam narasi besar dan sejarah Indonesia dalam narasi kecil; yang oleh Mudji Sutrisno diistilahkan sebagai sejarah "besar" yang ditulis oleh kaum literasi dan kaum intelektual dan sejarah "kecil" yaitu lokalitas dari setiap etnik yang ada di Indonesia. 

Dalam pengertian yang lebih umum sejarah narasi kecil sering disebut sejarah lokal yang diartikan sebagai sebuah peristiwa sejarah yang terjadi di tingkat lokal bersifat geografis dan berlandaskan pada unit kecil seperti daerah, kampung, komunitas atau kelompok masyarakat tertentu.

Sejak diberlakukan UU no.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, sejatinya telah membuka peluang besar untuk menampilkan karakteristik, potensi dan spektrum masing-masing wilayah dengan sangat beragam. 

Sehingga seharusnya tidak perlu lagi ada kecemasan akan kepikunan ( pangling: discontinuity) terhadap identitas sosial, budaya, nilai dan kearifan lokal. Sejarah lokal semestinya bisa berfungsi sebagai pengikat simbol dan sistem lokal yang ada di berbagai wilayah Indonesia.

Peristiwa sejarah memiliki dua spektrum utama, yaitu temporal (waktu) dan spasial (waktu). Unsur ruang secara khusus memberikan ciri fisik dan kesejarahan yang menonjol. 

Sejarah juga menunjukkan proses aktivitas dan kreativitas manusia sepanjang waktu yang bisa dilacak melalui peninggalan-peninggalan, baik yang berbentuk fenomena kultural maupun fenomena sejarah. Sejarah lokal juga merupakan suatu kompleksitas yang mencakup pengalaman kolektif manusia dalam suatu wilayah yang memiliki sifat multidimensi sehingga bisa disusun sebagai sebuah sistem (Kasdi, 2014). 

Hak ini berarti menunjukkan bahwa sejarah lokal merupakan sebuah unit sejarah yang menampung kekuatan endogen (faktor-faktor domestik).

Keberadaan sejarah Indonesia tak bisa dilepaskan dari sejarah lokalitas. Ibarat puzzel, sejarah lokal merupakan kepingan-kepingan yang disusun sebagai bentuk dan wajah yang utuh. 

Memang tak bisa dipungkiri bahwa sejarah lokal dipenuhi dengan berbagai riwayat, kisah, mitos, folklore, di samping rekaman tertulis seperti inskripsi, prasasti atau dokumen tertulis lainnya,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun