Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puisi-Puisi Chairil Anwar: Antara Revolusioner dan Religiusitas

20 September 2020   17:58 Diperbarui: 20 September 2020   18:14 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

     Tak ada puisi-puisi penyair Indonesia yang paling banyak dihafal dan dibaca oleh khalayak, selain puisi-puisi Chairil anwar. Paling tidak setiap anak sekolahan di sekolah menengah pasti pernah menghafal puisi Aku, atau di setiap tujuhbelasan akan membaca dengan lantang puisi Kerawang-Bekasi. Larik-larik puisi Chairil Anwar pun telah abadi sebagai sebuah jargon, pepatah atau kata-kata mutiara. Misalnya, "Aku mau hidup seribu tahun lagi", "hidup hanya menunda kekalahan", "sekali berarti sudah itu mati", "Ayo, Bung Karno kasih tangan", "kami Cuma tulang-tulang berserakan", dan lain-lain.

          Pengutipan tersebut larik-larik tersebut yang tidak disertai dengan koteks yang utuh atas pemahaman dan pembacaan sajak-sajaknya secara totalitas, tentu saja tidak bisa dianggap sebagai pembuktian bahwa manusia Indonesia atau masyarakat terpelajar Indonesia akrab dengan jagat puisi. Apalagi menunjukkan pembuktian bahwa masyarakat kita memiliki daya apresiasi yang tinggi terhadap sastranya. Tapi, setidaknya pengutipan-pengutipan itu menunjukkan bahwa sajak-sajak Chairil telah menjadi milik bersama, menjadi warisan bersama.

            Kebanyakan orang mengenal Chairil lewat sajaknya yang mewartakan sifat vitalitas hidup, revolusioner, ekspresif, individualistis dan liar tak gampang tunduk. Yang terwakili dalam sajak AKU (yang pasti dikenal oleh semua orang yang pernah makan sekolahan), berikut ini:

AKU

Kalau sampai waktuku

'ku mau tak seorang ' kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun