Mohon tunggu...
Tiyas Nur Haryani
Tiyas Nur Haryani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumni Administrasi Negara FISIP UNS, peminat studi gender, tinggal di Solo.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menjaga Keutuhan NKRI

16 Maret 2013   16:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:39 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1363449661346334400

Sebuah Telaah dari UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

[caption id="attachment_242826" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar: Peta NKRI"][/caption]

Kelas perkuliahn saya dan teman-teman mengenai desentralisasi minggu ini, sangatlah menarik, mahasiswa diminta berkelompok melakukan Focus Grup Discussion melihat peluang keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan/atau peluang degradasi NKRI dengan kacamata Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hasil diskusi menyatakan bahwa 3 kelompok menganalisis bahwa UU No 32 Tahun 2004 akan mampu memperlemah NKRI. Hal ini tentunya bukan menjadi harapan bagi aktor kebijakan negara, implementor dan rakyat. NKRI adalah harga mati, karena NKRI adalah salah satu dari 4 pilar kebangsaan dari 3 lainnya yaitu Pnacasila, Bhineka Tunggal Ika dan Undang-Undang Dasar Negara 1945.Lalu bagaimana hasil diskusi kami dari program studi Administrasi Publik ini?

Pertama, menyoal distribusi urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan, Otonomi Daerah yang dilahirkan harus mampu menciptakan pelayanan publik yang efisien dan mencegah high cost economy. Ketentuan mengenai criteria penyelenggaran urusan pemerintahan diberlakukan sama bagi semua pemerintah daerah. Pasal 11 UU No 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Ayat 1 pasal tersebut mengamantakan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan terbagi dalam dua urusan yakni wajib dan pilihan. Urusan pilihan akan banyak terkonsentrasikan dari karakteristik kekhasan daerah yang bersangkutan dan potensi unggulan daerah yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan pasal 14 ayat 2 UU No 32 Tahun 2004 bahwa urusan pilihan memperhatikan kondisi dan kekhasan daerah.

Faktanya setiap daerah memiliki karakteristik, sumber daya yangberbeda-beda. Hal ini menimbulkan kecenderungan adanya disparitas (kesenjangan) tingkat kemajuan daerah yang satu dengan yang lain semakintinggi. Kecemburuan antar daerah akan timbuk yang berpotensi adanya ancaman disintegrasi bangsa yang mengancam NKRI. Semangat Chauvinisme yang mengikut pada semangat desentralisasi, juga disinyalir akan turut memicu konflik sosial antar daerah.

Pengalaman yang kita saksikan sendiri adalah muncul ancaman pemisahan dari daerah-daerah dengan kaya akan potensi sumber daya seperti Riau, Nangroe Aceh Darussalam dan Papua yang saat ini masih bergejolak. Sebaliknya daerah-daerah yang miskin potensi sumberaya alam (daerah perbatasan) yang merasa kurang mendapat perhatian pemerintah pusat, juga berpotensi untukbergabung dengan negara tetangga.

Kedua,Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang digunakan Indonesia sebagai aturan pengelolaan otonomi daerah dinilai dapat melemahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini terutama ketika kita menelaah pasal 4 tentang Pembentukan Daerah yang kemudian diatur pada PP no 78 tahun 2007 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah khususnya pasal 20 dan 21. Indonesia memang tengah dilanda euphoria pemekaran daerah. Informasi terakhir yang dilansir pada Januari 2013 disebutkan bahwa ada saat ini ada 200 usulan pemekaran daerah otonom baru (DOB) yang masuk di Kementerian Dalam Negeri. Ditulis pula dalam Harian Pelita bahwa jumlah sejak tahun 1999 hingga 2009, jumlah daerah yang sudah dimekarkan (otonom baru) sudah mencapai 205, sebagian besar (95 persen) berada di luar Pulau Jawa. Dengan demikian saat ini sudah ada 33 provinsi dan 491 kabupaten/kota.

Berbagai macam masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kita akui masih menghantui kita. Mulai dari kasus korupsi yang turut tumbuh subur di lingkungan pemerintah daerah, pembangunan yang tidak merata, kesejahteraan rakyat yang belum menunjukkan peningkatan berarti, permasalahan pemenuhan pelayanan dasar,dll. faktor ekonomi dan kesehateraan rakyat menjadi pemicu utamanya. Ketika terjadi ketidakpuasan terhadap pemerintah daerah akan lebih rentan untuk memisahkan diri dari pemerintah daerah tersebut.

Mudahnya Prosedur dari pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) mengakibatkan banyak daerah daerah kecil yang ingin memisahkan diri dari daerah induknya. Dengan terbentuknya daerah baru, maka biaya pemerintah pusat semakin bertambah dan ketika hal tersebut tidak dipenuhi akan mengakibatkan pemisahan daerah dari NKRI.

Akan tetapi tidaklah menjadi suatu kepastian bahwa pemekaran daerah akan melemahkan NKRI. Pemekaran daerah dapat pula berimplikasi positif bagi penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah otonom yang begitu luas berakibat tidak mampu memenuhi pelayanan kepada seluruh rakyatnya di setiap titik wilayah. Jangkauan antar wilayah yang berjarak jauh kemudian akan menurunkan kinerja penyelenggara pelayanan publik dalam memenuhi hak warganya. Pemekaran dibuat dengan tujuan memperbaiki kinerja pemerintahan daerah dan penyelenggaraan pelayanan publiknya. Berangkat dari hal tersebut pemekaran daerah seperti yang tertuang dalam Pasal 4 (3) UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah akan mampu memperkuat NKRI karena mendekatkan pelayanan publik sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap legitimasi pemerintahan daerah dan pemerintah pusat.

Sayangnya, ketika daerah melakukan pemekaran hal tersebut tidak diikuti dengan kesiapan dan kematangan sumber daya manusia. Pengelolaan pendapatan asli daerah yang belum maksimal sehingga Daerah Otonom Baru (DOB) masih sangat bergantung kepada dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), minimnya penguatan kapasitas dan jumlah sumber daya manusia menjadikan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di Daerah Otonomi Baru (DOB) tidak lebih memuaskan dibanding kondisi sebelum pemekaran ataupun di daerah induk untuk kasus beberapa daerah. Hal-hal diatas merupakan kegagalan dari otonomi daerah dan juga euphoria pemekaran daerah. Kekuatan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk memperkuat NKRI nampaknya memang belum seberapa dibanding dengan permasalah yang mengikuti implementasinya. Peraturan yang mendampingi UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyangkut proses, kriteria dan pentahapan pembentukan daerah otonomi baru juga belum mampu menekan euphoria pemekaran daerah. Otonomi daerah memang bertujuan mulia, tinggal bagaimana kesiapan penyelenggara pemerintahan mengisi era otonomi daerah ini untuk dapat menciptakan supply dan demand yang seimbang antara rakyat dan pemerintah demi menjaga legitimisa terhapad pemerintah dan menjaga NKRI.

Tulisan ini juga telah dipublish disini

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun