Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... SEO Specialist

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Inkuisisi: Ketika Iman Jadi Alat Kekerasan

27 April 2025   11:34 Diperbarui: 27 April 2025   11:34 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inkuisisi: Ketika Iman Jadi Alat Kekerasan | NNC Netralnews

Pendidikan - Zaman ketika ketidaksetujuan terhadap doktrin agama bisa membuatmu berakhir di ruang penyiksaan. Sejarah dunia mencatat banyak episode kelam, namun sedikit yang sesuram masa Inkuisisi, sebuah sistem yang dibentuk oleh Gereja Katolik sekitar abad ke-12 untuk memberantas apa yang mereka anggap sebagai "ajaran sesat."

Pada masa itu, Eropa sedang berada dalam gejolak perubahan sosial dan spiritual. Kelompok-kelompok seperti Cathar dan Waldensian menantang dogma gereja resmi, menawarkan tafsir alternatif atas iman Kristen. Alih-alih berdialog atau berdiskusi, gereja memutuskan untuk mengukuhkan otoritasnya melalui kekuatan absolut. Inkuisisi pun lahir.

Inkuisisi adalah masa kelam saat iman dijadikan alat kekuasaan. Penyiksaan, eksekusi, dan ketakutan dipakai untuk menekan perbedaan kepercayaan. - Tiyarman Gulo

Legalitas Kekerasan, "Ad extirpanda"

Pada tahun 1252, Paus Innocentius IV mengesahkan sebuah dokumen penting bernama Ad extirpanda, yang secara eksplisit mengizinkan penggunaan penyiksaan untuk "mengorek" pengakuan dari para tersangka ajaran sesat.

Meskipun dalam naskah itu disebutkan bahwa penyiksaan "tidak boleh mengakibatkan kematian, amputasi, atau melukai tubuh secara permanen," dalam praktiknya, batasan tersebut lebih sering diabaikan ketimbang dipatuhi. Penyiksaan menjadi ritual rutin dalam proses penyelidikan, mengaburkan batas antara keadilan dan kebrutalan.

Gereja, yang seharusnya menjadi mercusuar moralitas, malah secara resmi melegitimasi tindakan kekerasan demi mempertahankan ortodoksi.

Sistem Penyiksaan, Terorganisir dan Birokratis!

Satu hal yang membedakan Inkuisisi dari sekadar tindakan kekerasan biasa adalah tingkat organisasinya. Penyiksaan tidak dilakukan secara spontan atau asal-asalan. Ada struktur, prosedur, dan bahkan dokumentasi resmi.

Beberapa metode yang sering digunakan antara lain,

  • Strappado, Korban diikat kedua tangannya di belakang punggung, lalu diangkat ke udara dan dijatuhkan tiba-tiba, menyebabkan dislokasi sendi.
  • Waterboarding, Sebuah teknik membuat korban merasakan sensasi seolah-olah tenggelam.
  • The Rack, Sebuah alat yang meregangkan tubuh korban secara perlahan, memaksa sendi dan otot terkoyak.

Ironisnya, para inkuisitor tahu bahwa hasil pengakuan dari penyiksaan tidak selalu akurat. Namun, ketakutan yang ditimbulkan dianggap lebih penting ketimbang kebenaran itu sendiri.

Sumber: (The tortures of the Spanish Inquisition hold dark lessons for our time - Berkeley News)

Auto-da-F, Teater Kematian

Setelah proses penyelidikan yang penuh tekanan dan penyiksaan, mereka yang dianggap bersalah dihadapkan pada ritual publik yang disebut auto-da-f ("tindakan iman"). Ini bukan sekadar pengumuman hukuman, melainkan sebuah pertunjukan besar-besaran.

Para terdakwa dipaksa mengenakan pakaian khusus seperti sambenito, jubah dengan simbol-simbol dosa mereka. Di depan kerumunan besar, para pejabat gereja membacakan hukuman,

  • Penyesalan publik, Bagi mereka yang mau bertobat.
  • Penyitaan harta, Harta korban disita untuk gereja dan negara.
  • Hukuman mati, Biasanya melalui pembakaran hidup-hidup, bagi mereka yang dianggap "tidak bertobat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun