Pernah nggak bertanya-tanya kenapa seisi dunia gagal mengantisipasi korona? Padahal peralatan dunia sudah se-demikian canggihnya, operasi bisa dikontrol komputer, bahkan sekarang sudah pakai alat untuk cek jantung. Kenapa kemajuan teknologi nggak bisa memperingatkan kita akan munculnya covid-19?Â
Jawabannya, bukannya tidak mungkin untuk mencegah, malah sebenarnya sangat mungkin. Tapi kita tidak melakukannya!Â
WHO sudah memprediksi virus Corona sejak 2018, dan dinamai penyakit x. Istilah yang digunakan untuk merujuk pada jenis penyakit baru dikenal, yakni virus Corona baru yang cepat menular dan menyebar, serta belum ada vaksinnya dan termasuk ke dalam daftar penyakit berbahaya yang dirilis WHO tahun 2018 silam.
Namun banyak negara mengabaikan. Karena penyakit menular tidak begitu dianggap sebagai ancaman global. Faktanya, berdasarkan pengalaman wabah, seperti SARS dan MERS, hanya merebak di wilayah tertentu. Padahal perangkat ilmiah untuk membuat obat sudah ada, tapi biayanya sangat amat mahal.
Perusahaan farmasi enggan habiskan ratusan juta dolar untuk membuat obat yang penyakitnya belum jelas. Tentu, anggapan hanya akan buat rugi. Sekarang, justru sejumlah organisasi non-profit sudah bergerak maju untuk mengatasi covid 19.Â
Gates foundation contohnya, sudah mendanai uji sejumlah proyek proses uji vaksin covid 19. Setelah krisis covid 19 ini selesai, mereka akan fokus riset obat anti Corona. Proyek Global oleh media akan mencoba mempelajari jutaan potensi virus dalam satu dekade terakhir.Â
Pandemi ini memberi kita pelajaran, bahwa bahaya virus baru selalu mengintai dan riset medis harus menjadi prioritas. Sebelum abad 19, dunia sudah mendapat peringatan, dengan munculnya wabah SARS, Ebola, MERS, dan lain-lain.
Jika alih-alih mementingkan riset, sejumlah negara justru menghabiskan anggaran di bidang lain. Contohnya di Indonesia, Presiden Jokowi memotong anggaran kemenristek sebesar 94% atau Rp 39,7 Triliun, semula Rp 42,1 Triliun, kini kemenristek hanya punya dana 2,4 triliun saja.Â
Sementara Kementerian Pertahanan dengan anggaran tertinggi hanya dipotong 6,6% yang awalnya Rp 131,1 Triliun. Kini kemenhan memiliki anggaran 122,4 triliun. Timpangnya anggaran pertahanan dan riset tak hanya terjadi di Indonesia.Â
Amerika Serikat pun punya hanya memberi jatah 47 miliar dolar untuk institusi kesehatan dan sains nasional. Dana tersebut hanya 7% dari anggaran pertahanan, yang mencapai 686 miliar.Â
Mungkin yang menjadi ketakutan tiap negara saat ini adalah aksi terorisme yang terjadi saat pandemi ini. Kita tidak berpikir dua kali tentang besarnya biaya perlindungan melawan terorisme, namun tetap perlu memikirkan pandemi dengan cara dan pendekatan yang sama saat terorisme datang untuk menyerang.