Mohon tunggu...
Tiyarman Restu Putra Gulo
Tiyarman Restu Putra Gulo Mohon Tunggu... Penulis - Law dan Freelancer, 2 hal yang hampir mirip! | tiyarmangulo.blogspot.com
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis itu penting, biar gak lupa! Karena faktanya otak cuma bisa nyimpan 1/8 data yang diterima, habis itu lupa! | my blog: tiyarmangulo.blogspot.com | ig: @tiyarmangulo | wa: 0838-6723-2928

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Antara Riset dan Pertahanan

9 Mei 2020   12:38 Diperbarui: 9 Mei 2020   12:31 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest/merikay44

Pernah nggak bertanya-tanya kenapa seisi dunia gagal mengantisipasi korona? Padahal peralatan dunia sudah se-demikian canggihnya, operasi bisa dikontrol komputer, bahkan sekarang sudah pakai alat untuk cek jantung. Kenapa kemajuan teknologi nggak bisa memperingatkan kita akan munculnya covid-19? 

Jawabannya, bukannya tidak mungkin untuk mencegah, malah sebenarnya sangat mungkin. Tapi kita tidak melakukannya! 

WHO sudah memprediksi virus Corona sejak 2018, dan dinamai penyakit x. Istilah yang digunakan untuk merujuk pada jenis penyakit baru dikenal, yakni virus Corona baru yang cepat menular dan menyebar, serta belum ada vaksinnya dan termasuk ke dalam daftar penyakit berbahaya yang dirilis WHO tahun 2018 silam.

Namun banyak negara mengabaikan. Karena penyakit menular tidak begitu dianggap sebagai ancaman global. Faktanya, berdasarkan pengalaman wabah, seperti SARS dan MERS, hanya merebak di wilayah tertentu. Padahal perangkat ilmiah untuk membuat obat sudah ada, tapi biayanya sangat amat mahal.

Perusahaan farmasi enggan habiskan ratusan juta dolar untuk membuat obat yang penyakitnya belum jelas. Tentu, anggapan hanya akan buat rugi. Sekarang, justru sejumlah organisasi non-profit sudah bergerak maju untuk mengatasi covid 19. 

Gates foundation contohnya, sudah mendanai uji sejumlah proyek proses uji vaksin covid 19. Setelah krisis covid 19 ini selesai, mereka akan fokus riset obat anti Corona. Proyek Global oleh media akan mencoba mempelajari jutaan potensi virus dalam satu dekade terakhir. 

Pandemi ini memberi kita pelajaran, bahwa bahaya virus baru selalu mengintai dan riset medis harus menjadi prioritas. Sebelum abad 19, dunia sudah mendapat peringatan, dengan munculnya wabah SARS, Ebola, MERS, dan lain-lain.

Jika alih-alih mementingkan riset, sejumlah negara justru menghabiskan anggaran di bidang lain. Contohnya di Indonesia, Presiden Jokowi memotong anggaran kemenristek sebesar 94% atau Rp 39,7 Triliun, semula Rp 42,1 Triliun, kini kemenristek hanya punya dana 2,4 triliun saja. 

Sementara Kementerian Pertahanan dengan anggaran tertinggi hanya dipotong 6,6% yang awalnya Rp 131,1 Triliun. Kini kemenhan memiliki anggaran 122,4 triliun. Timpangnya anggaran pertahanan dan riset tak hanya terjadi di Indonesia. 

Amerika Serikat pun punya hanya memberi jatah 47 miliar dolar untuk institusi kesehatan dan sains nasional. Dana tersebut hanya 7% dari anggaran pertahanan, yang mencapai 686 miliar. 

Mungkin yang menjadi ketakutan tiap negara saat ini adalah aksi terorisme yang terjadi saat pandemi ini. Kita tidak berpikir dua kali tentang besarnya biaya perlindungan melawan terorisme, namun tetap perlu memikirkan pandemi dengan cara dan pendekatan yang sama saat terorisme datang untuk menyerang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun