Mohon tunggu...
Tivani Yuliastika
Tivani Yuliastika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

hallo!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekuatan di Balik Anonimitas terhadap Cyber Bullying

11 April 2021   23:43 Diperbarui: 11 April 2021   23:46 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berkembangnya teknologi informasi membuat masyarakat semakin mudah mencari sumber informasi, salah satunya dengan memanfaatkan sosial media. Kehadiran sosial media memiliki peran penting bagi masyarakat yang kini semakin digital karena dapat memberikan ruang seluas-luasnya bagi pengguna untuk bebas melakukan apapun yang dikehendakinya. Dalam hal ini, pengguna bisa mengungkapkan ide, pikiran, opini, berkarya, berkomunikasi, berinteraksi satu sama lain, mendapatkan informasi, berbisnis, beriklan, dan sebagainya.

Menurut penelitian We Are Social per Januari 2021 menunjukkan bahwa pengguna sosial media di Indonesia mencapai 170 juta pengguna. Itu artinya, pengguna sosial media bertambah 12 juta dari tahun sebelumnya dan akan terus bertambah seiring perkembangannya. Posisi lima teratas platform sosial media yang paling sering digunakan di Indonesia diduduki oleh Youtube, WhatsApp, Instagram, Facebook, dan Twitter.

Pengguna sosial media Indonesia menghabiskan waktu rata-rata 3 jam 14 menit perhari untuk berselancar di media sosial. Pengguna media sosial dapat beraktivitas sesuai dengan ketertarikannya masing-masing, mulai dari life style, hobi, berita harian, travel. Fitur-fitur yang ditawarkan masing-masing platform sosial media tentu berbeda-beda. Selain dapat mengunggah, pengguna juga dapat berinteraksi dan melihat unggahan pengguna lain.

Selain pengguna yang memang sudah dikenal banyak orang seperti dari kalangan artis, sosial media juga mencetak banyak sosok-sosok yang 'debut' ketenaran melalui keaktifannya bermedia sosial. Itu bisa terjadi karena banyak faktor, misalnya banyak pengguna lain yang menyukai dan membagikan postingannya, memiliki jutaan pengikut, dan lain-lain. 

Namun, aktifitas yang dibagikan di media sosial bukanlah seratus persen menggambarkan kehidupan dan karakter penggunanya, kebanyakan pengguna hanya membagikan bagian terbaik dari dirinya. Kebiasaan mengamati kehidupan orang lain akan secara tidak sadar memiliki dampak buruk yaitu membuat pengguna membanding - bandingkan kehidupannya dengan orang lain.

Tidak sedikit pengguna yang kemudian terkenal di sosial media karena keunikan maupun keanehannya. Walaupun bisa jadi tingkah aneh tersebut tidak mengganggu orang lain, namun ada kecenderungan orang untuk mengomentari hal-hal yang menurutnya tidak sesuai maupun tidak seharusnya dilakukan. Festinger dan kawan-kawannya menggagas suatu hipotesis dalam jurnalnya dan menyatakan bahwa seseorang akan mengalami deindividuasi apabila muncul perilaku yang dianggap tidak wajar dan berbeda dari perilaku kesehariannya. 

Banyaknya pengguna sosial media membuatnya secara otomatis tergabung menjadi sebuah kelompok. Perilaku tidak wajar yang dimaksud adalah perilaku yang muncul dari kelompok pengguna sosial media tersebut.

Pada kasus pembullyan selebgram bernama Kekeyi misalnya. Awal kemunculan selebgram Kekeyi bermula pada viralnya video dirinya sedang berdandan yang diunggah pada platform Youtube. Yang membuatnya ramai ditonton adalah dalam video tersebut Kekeyi memperagakan tutorial make up dengan alat-alat yang unik. 

Salah satunya adalah menggunakan balon air sebagai pengganti beauty blender. Sejak saat itu, Kekeyi mulai sering diundang ke televisi dan berkolaborasi dengan artis-artis terkenal. Tidak hanya itu, beberapa konten Kekeyi yang diuploadnya di Instagram juga kerap kali  memicu agresi pengguna lain. Hal-hal unik tersebut tentu memicu para netizen pengguna sosial media untuk mengomentari postingannya. Bukan hanya tentang perilakunya di Instagram, Kekeyi bahkan sering menerima komentar-komentar tentang tubuhnya.

Sebagai seorang ahli psikologi sosial yang menganut paham Le Bon, Festinger beserta pendukungnya meyakini bahwa tingginya minat seseorang terhadap suatu kelompok berpeluang menimbulkan kurangnya kesadaran terhadap identitas diri karena adanya kecenderungan memberikan perhatian lebih terhadap eksistensi kelompok tersebut (Festinger, Pepitone, & Newcomb, 1952). 

Meleburnya seseorang kedalam suatu kelompok  akan memicu perilaku agresi. Identitas diri yang hilang akan memberi kekuatan karena dirinya telah melebur sebagai bagian dari kelompok dan tanggungjawabnya sebagai individu juga hilang. Semakin besar suatu kelompok, semakin besar pula kemungkinan seseorang menjadi tak terindentifikasi identitasnya atau biasa disebut anonim. Anonim berarti tanpa nama, tanpa identitas. Tidak diketahuinya identitas pengguna bisa memudahkan pengguna melakukan hal-hal yang buruk yang dapat menyakiti atau merugikan pengguna lain. Salah satunya adalah tindakan perundungan yang disebut cyber bullying. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun