Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Jemari

6 Januari 2021   12:09 Diperbarui: 6 Januari 2021   13:15 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Stevan Wijaya, panggil saja Ivan."

"Kak... rambut Kakak bagus. Boleh aku menyentuhnya? Sedikiit saja." pinta Rena.

"Dulu rambutku juga tebal seperti ini." sambung gadis manis itu.

Ivan membiarkan Rena menyentuh rambutnya. Gadis itu tampak senang sekali dan melepaskan sebuah senyuman dari pipinya yang kurus. Tak lama kemudian, seorang perawat datang dengan kursi roda untuk menjemput Rena. Gadis itu melambaikan tangannya lalu pergi.
Hari itulah terakhir kalinya Ivan bertemu dengan Rena. Ivan berjalan ke sebuah ruangan di rumah sakit dengan membawa boneka kecil di tangan.

Esok hari, Rena tiba di tempat tinggal barunya yakni di sebuah rumah sakit besar yang dikhususkan untuk penderita kanker. Apa pun dilakukan oleh keluarga Rena untuk membuatnya sembuh, mengingat Rena adalah putri satu-satunya dalam keluarga itu. 

Ruangan yang ia tempati lebih besar dan bagus dari ruangannya di rumah sakit sebelumnya, akan tetapi, mulai hari itu juga ia benar-benar dilarang untuk pergi meninggalkan ruangan seperti yang biasa dilakukan.

Hal itu dikarenakan kondisi tubuhnya yang semakin mengalami penurunan. Darah segar
mengalir dari hidungnya sebanyak berkali-kali hari ini, tidak ada yang bisa diperbuat selain
menikmati rasa sakit yang menguras berat tubuhnya.

Seminggu berlalu.

"Selamat pagi, Rena. Hari ini kita kemoterapi. Rena kuat ya, pasti Rena bisa sembuh lagi!" ucap dokter.

Sebuah proses yang teramat menyakitkan bagi Rena, tetapi mau tidak mau ia harus melewatinya lagi. Ia musti mengulang kembali rasa mengerikannya pengobatan yang sempat menyembuhkan ia beberapa bulan lalu; sebelum pada akhirnya dinyatakan bahwa sel kanker yang pernah hilang itu kembali merenggut kebahagiaannya. Air mata mengalir dan membasahi wajah pucat Rena, bersamaan dengan sekantong cairan obat yang sedikit demi sedikit memasuki pembuluhnya.

"Pak, Bu, sel kanker Rena mulai menolak kemoterapi. P-glikoprotein obat ini
menyebabkan terjadinya obat keluar dari dalam sel kanker, sehingga membuat sel kanker
mengalami penurunan sensitivitas terhadap obat." dokter memaparkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun