BEKAS-BEKAS TALI
Tito Yulianto
Dulu, tali warna warni melengkung indah sebagai pelangi
Sebagai benang pakaian tujuh bidadari yang mandi telanjang di sela bebatuan
Kadang tali itu menjelma jalanan yang dilalui orang-orang
Di ramaikan plang-plang penunjuk arah dan sesekali remaja, orang dewasa muda tua
Bergandengan menyusuri trotoar menuju tempat kencan.
Tak jarang tali itu membentang terangkai jadi permadani
Menghias ruang tamu tuan-tuan. Atau menjadi sungai sebagai unsur vital kehidupan bawah jembatan.
Ia pernah juga melingkar cantik di pergelangan tangan, leher, dan jari manis.
Sesekali kita saling bertukar. Kita selalu memakainya seperti azimat saja
Sampai bekas putih melingkar.
Ah, romantisme terbentang terkait pada sebuah dimensi
"Inilah sebagian keindahan surga!"
Tak ada kesal: kita berkelakar
Tak ada marah: kita bergurau
Tak ada sedih: kita saling menyebalkan
Tak ada bosan: kita bergantian memecahkan balon-balon berwarna
Tali itu memang benar-benar pelangi,
"Melengkung menghias cakrawala…"
…
Namun, yang namanya dunia memang mirip toko serba ada
Hanya kepastian, ketegasan, kemapanan dan semua yang berbau keabadian
Tak mungkin tersedia. Dan orang-orang hanya bisa terpaku dalam damba
Diri disibukkan beragam kebutuhan lainnya.
Saat bahagia kita mendamba semuanya tak akan pernah sirna
Saat terluka tidak aneh kita keras berupaya agar sampai di situ saja
Kita memelihara saat penuh anggur ria dan
Mencerabuti pepohonan derita dengan harapan dapat memanfaatkan umbi seenaknya.
Demikian, sehingga keterpisahan dari hal yang telah begitu akrab dan menyenangkan, Akan begitu tampak mengerikan! Menyeramkan! Melebihi kematian yang tak mungkin terelakkan!
…
Tak sedikit tali yang akhirnya berubah menggantung di tiang eksekusi
Banyak juga yang hanya tercecer, sebagian hanyut di sungai entah kemana
Mati dini pun akhirnya harus dijelang.
"Ini kecelakaan! Itu kecelakaan!"
Jerit kita menjuduli perihnya kejadian
Dan kemudian kita mendikte haram pada setiap kelahiran
Tanpa mau mencurigai barangkali ada nilai yang dapat menambal kekosongan lainnya.
Hari ini kita sudahi saja;
Meratapi jejak tali yang pucat tak akan dapat membayar keterpukauan pada pelangi yang pernah kita sembur dengan air kumur…
Kecuali mengulur-ulur udzur, menggusur-gusur mundur
Kita akhiri saja menangisi gambar yang pernah terekam tandas dan kini kabur
Kita berhenti meratapi ukiran yang dulu mengkilap dan kini kusam
Kita sudah semakin tua
Terlalu setia waktu pada ujungnya
Masih banyak kegunaan kita berhubungan
Meski tanpa sebuah ikatan!
Cilaja-Kuningan, 26 mei 2005
Tito Yulianto adalah Alumni Universitas Kuningan (Uniku), FKIP, Prog. Studi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia.