Mohon tunggu...
Tito Yudatama
Tito Yudatama Mohon Tunggu... Administrasi - Saya adalah Saya, dan Saya adalah Orang Lain, tetapi Saya adalah Diri Sendiri juga

Mencoba Menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sudut RUU Pertembakauan

15 Februari 2018   12:58 Diperbarui: 15 Februari 2018   13:05 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
abdimanik182.wordpress.com

RUU Pertembakauan adalah RUU yang sudah dirancang sebelum pemerintahan Jokowi dan sempat tidak disepakati. Tetapi tahun 2016 kembali menuai perhatian publik sampai hari ini. Dalam konteks HAM, segala bentuk zat adiktif masuk ke dalam karantina untuk isu HAM lingkup kesehatan, perlindungan anak,dan HAM atas lingkungan. 

Jadi, tidak semudah beli rokok dan menghisap rokok. Melainkan ada tanggung jawab Negara dalam pemenuhan HAM. Bahkan, sebagian besar negara sudah mengetahui bahwa industri sering berbuat curang dalam mempngaruhi pembntukan regulasi atau kebijakan tentang tembakau khususnya dimanapun,berdasarkan (Laporan Corporate Accountability Internasional). 

Perusahaan yang kita kira milik lokal ternyata sebagian besar dimiliki oleh pihak asing seperti PT PMI mengusasai 98,18% saham PT HM sampoerna(Philip Morris Intrnational,2016),selain itu British American Topobacco juga mengakusisi 87% saham PT Bentoel pada 2009,dan sejak 2010 dimerger menjadi PT BAT Indonesia(Bentoel Group,2016) dari situ sekiranya bias dilihat siapa yang berkpentingan atas carut-marutnya RUU Pertembakauan,RUU Keshatan,dan RUU lain yang berhubungan dengan rokok.

Padahal sebelumnya,pada tahun 2006-2011 ada usulan RUU Perlindungan Dampak Produk Tembakau untuk Kesehatan(PDPTTK). Karena pada 2004, Presiden Megawati dan SBY terlibat dalam rapat High Level se-Dunia membahas dampak akibat rokok,dan ternyata Indonsia dinyatakan kritis kondisinya. Tapi, RUU tersebut malah diendapkan, dengan alasan belum ada urgensi dan esensinya. RUU PDPTTK diendapkan setelah anggota DPR berkunjung ke 3 wilayah penyuplai tembakau terbesar untuk industri rokok,dan yang mengerikan adalah setelah RUU PDPTTK diendapkan malah muncul RUU Pertembakauan. 

Tapi  lebih lagi, ketika 140an lebih negara di dunia menolak regulasi untuk kepentingan Industri Rokok, termasuk Bangladesh (Bangladesh bahkan mampu menolak), namun Indonesia justru sudah diintervensi dan jadi alas kaki Industri Rokok. Bukan hanya kesehatan yang terkena, tapi kerusakan lingkungan, perlindungan anak yang terancam juga. Fakta terkait pada tahun 2015-2016 : Indonesia adalah Negara dengan konsumsi rokok terbesar nomor 4 di dunia, terdapat 960.000 kasus (217.400 kematian), sebanyak 34 Triliun BPJS untuk pengobatan akibat rokok, PHK massal akibat mekanisasi industri rokok, dalam 3 tahun terakhir nilai impor lebih tinggi dari nilai ekspor, dari 278,57 Triliun pembiayaan Negara 103 total pendapatan Negara berasal dari cukai. 

Pertahun 2012-2017 baik secara subtansi dan proses, terjadi banyak kejanggalan dalam RUU Pertembakauan. Ketentuan yang dilanggar: Pasal 115, 106, 104 ayat (7), 101 ayat (1) dan (2), dan 99 ayat (6) Peraturan Tata Tertib DPR No.1 Tahun 2009, Pasal 65 huruf (f), Pasal 119 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan DPR No.1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib.

Perundang-undangan yang ditentang: Pasal 28H UUD Negara RI Tahun 1945, Pasal 4 dan Pasal 6 UU No.36/2009 ttg Kesehatan dan PP No.109 Tahun 2012, Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 9 ayat (3) UU No.39/1999 ttg HAM, Pasal 12 Kovenan Ekosob (UU No. 11/2005) jo. Komentar Umum No.14, Poin 151, Pasal 65 ayat (1) UU No.32/2009 ttg PPLH, UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai, 9 Putusan Mahkamah Konstitusi RI.

Kalo kita baca naskah akademik RUU Pertembakauan, justru memutar balikkan fakta ketentuan yang dilanggar dan perundang-undangan yang ditentang. Alhasil, substansi RUU Pertembakauan isinya tentang menghapus "gelar" Zat Adiktif pada rokok, sehingga ada peningkatan produksi Rokok, pelemahan pengendalian tembakau, Impor berdasarkan permintaan industri, dan akan menghapus seluruh regulasi yang terkait dengan pengendalian tembakau. Status terakhir per 15 Maret 2017, sebenarnya Presiden sudah menolak RUU Pertembakauan ini dengan tidak mengirimkan Surat Presiden . 

Namun, per 21 Maret kemarin tiba-tiba ada berita bahwa Presiden mengirimkan Surat Presiden yngg menyepakati pembahasan RUU Pertembakauan. Padahal sebelumnya Presiden mengeluarkan Inpres No. 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang memandatkan pengendalian rokok di seluruh kementerian/lembaga Negara,slain itu Konstitusi UUD 1945 yang mmandatkan haK katas kshatan,prlindungan anak dan haK katas lingkungan hidup juga mnjadi dasar bagi Nawa Cita,RPJMN 2015-2019. Lantas dampaknya apa jika RUU Pertembakauan disetujui?.

Ini dampak besar, baik dari segi nyawa, kesehatan, ketenagakerjaan, Impor tembakau yang merugikan petani, kerugian anggaran negara akibat pengobatan perokok, dll. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang undangan yang mengatur atau berkaitan  dengan  pertembakauan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Berdasarkan Pasal 74 RUU ini, seluruh regulasi yang terkait dengan pengendalian tembakau akan dihapuskan. Kita butuh suara lebih banyak dan lebih kuat supaya bisa didengarkan oleh Presiden Jokowi.

"Dalam mekanisme penetapan RUU menjadi undang-undang kan banyak melewati tahapan dalam pengesahannya,  RUU pertembakauan ini memang sangat menrugikan rakyat terlebih petani tembakau itu sendiri,  dimana fakta yang beredar petani tembakau yang notabennya bagus namun pendapatan mereka masih tetap musiman dan minim (di JATENG),  maka dari itu Pemerintah harus mengevaluasi lagi RUU tersebut yang "katanya" Dewan Perwakilan Rakyat,    peninjauan kembali yang sebagaimana selayaknya dan sepantasnya tanpa mengurangi esensi dari undang-undang yang sudah berlaku sebelumnya dan lebih berpihak kepada rakyat demi kemaslahatan bersama dalam bebangsa dan bernegara? " ujar Ridwan dari Politknik AKA Bogor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun