Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demokrasi Kita Bukan yang Terbaik!

30 Oktober 2020   10:39 Diperbarui: 30 Oktober 2020   11:03 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di negara-negara yang memiliki ideologi komunisme, sistem pemerintahannya mengacu kepada pemerintahan satu partai, sehingga demokrasi sebagai pengejawantahan dari suara rakyat merupakan hal yang mustahil terjadi. Akibatnya kediktatoran yang dilakukan oleh otoritas yang berkuasa menjadi suatu keniscayaan, dan berpotensi kepada terjadinya penyalahgunaan wewenang, dan pemberangusan terhadap siapapun yang bertentangan dengan penguasa. 

Di dalam ideologi komunis, semua asset atau sumber daya yang dimiliki oleh negara akan digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya secara merata.  Di sana juga tidak ada pembagian kelas social, tidak ada sector swasta dan juga tidak ada kepemilikan pribadi, sehingga dapat dikatakan bahwa rakyat mempunyai derajat yang sama.

Suatu negara yang menganut ideologi komunis, akan mengatur rakyatnya sedemikian rupa dengan paham-paham yang bersifat doktrin melalui sarana umum seperti sekolah-sekolah, media massa dan lain sebagainya. Pendek kata secara intensif penguasanya menekankan apa yang menjadi pendapat pemerintah sebagai sesuatu yang benar dan harus diikuti oleh seluruh rakyat.

Sebaliknya di negara-negara yang memiliki paham paham liberal, keadaannya berbanding terbalik dengan di negara komunis.  Di sini kepemilikan individu sangat dihargai, dan penekanan kepada hak asasi manusia sangat diprioritaskan, sehingga setiap orang memiliki hak yang sama dalam menjalani kehidupannya sesuai dengan usaha yang telah mereka lakukan.  Jadi bisa saja seseorang yang sukses bisa menjadi sangat kaya, dan yang gagal berpotensi menjadi sangat miskin.

Dalam hal menjalankan roda perekonomian, pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada pihak swasta, sehingga maju mundurnya perekonomian dipengaruhi oleh ekonomi pasar.  Pemerintah tidak terlalu banyak melakukan intervensi untuk ekonomi skala mikro, melainkan hanya berperan sebagai penentu kebijakan semata.  Masalah kebijakan-kebijakan yang diambil kerap kali dipengaruhi oleh para pengusaha, itu akibat negative dari paham liberal.

Seturut dengan system perekonomiannya, system pemerintahan dalam paham liberal juga diserahkan kepada rakyat, sehingga rakyatlah yang mengatur jalannya pemerintahan melalui wakil-wakilnya atau orang yang dipercaya oleh rakyat untuk mengelola jalannya pemerintahan. Pada umumnya negara liberal tersebut menganut system demokrasi.

Musyawarah Mufakat

Dahulu kala, tepatnya sebelum reformasi bergulir di bumi pertiwi, nyaris tak ada permusuhan, pertikaian, maupun dendam kesumat setiap selesai atau berakhirnya kegiatan pemilihan ketua dalam sebuah organisasi.  Terlepas dari apapun bentuk organisasi, baik itu social, agama, budaya maupun politik.  Konon lagi organisasi di pemerintahan, karena saat itu system pemilihannya lebih kepada penunjukan langsung oleh yang punya kuasa.

Namun kini, jauh hari setelah "reformasi" yang diperoleh anak bangsa dengan menumpahkan darah para mahasiswa serta rakyat yang tak berdosa, memporak porandakan fasilitas-fasilitas umum maupun milik pribadi, hasil reformasi yang berupa "demokrasi" justru malah menimbulkan kekisruhan demi kekisruhan, pertikaian demi pertikaian serta dendam kesumat yang tiada bertepi.

Demokrasi yang murni adalah demokrasi yang diatur dan dikelola oleh rakyat, yang teknisnya mengacu kepada suara terbanyak dalam setiap penyelesaian masalah atau pengambilan keputusan.  Jika suara terbanyak dari sekelompok orang memutuskan sesuatu, maka mau tidak mau, suka tidak suka kelompok yang kalah harus mengikuti atau menjadi oposisi.  

Di sinilah timbulnya masalah, manakala yang kalah dalam "pertarungan" tersebut tidak bisa menerima kekalahan, karena mereka akan menjadi oposisi yang cenderung menyerang segala kebijakan si pemenang.  Apalagi jika mereka tak mampu menerima kekalahan dengan lapang dada, dan disertai dendam kesumat atas kekalahan terdahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun