Mohon tunggu...
Tito Adam
Tito Adam Mohon Tunggu... Jurnalis - Social Media Specialist | Penulis | Fotografer | Editor Video | Copy Writer | Content Writer | Former Journalist

Senang untuk belajar dan belajar untuk senang | Instagram @titoadamp | Email titoadamp@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budaya Penolakan "Cancel Culture", Kontroversi atau Edukasi?

13 September 2021   17:47 Diperbarui: 13 September 2021   17:53 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cancel culture. Sumber: Research World

Namun, tindakan boikot dan tolak ini bukan yang pertama di Indonesia. Dalam sejarah budaya penolakan di Indonesia, pernah tercatat jika pernah ada boikot produk roti hingga marketplace online.

Narasi boikot terhadap produk-produk itu tercipta usai ada perbedaan "pandangan" terhadap sesuatu, hingga akhirnya membentuk gerakan boikot atau tolak yang ramai di publik.

Jadi, sebenarnya budaya penolakan "cancel culture" itu sebanarnya kontroversi atau edukasi, baik atau buruk, tergantung pada dimana kamu memandang dan menggunakannya.

Ibaratnya hal ini sebagai pisau bermata dua, jika tidak berhati-hati gerakan penolakan itu tentu tidak akan bertahan lama dan bisa jadi berbalik kepada dirimu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun