Hilal telah tampak! Ada banyak raut muka berseri menyaksikan penampakan hilal. Begitu pula dengan diriku. Bersyukur karena akhirnya mampu menyelesaikan puasa satu bulan penuh.Tapi tahukah di sisi hatiku yang paling dalam, aku begitu pilu melepas bulan penuh rahmat, penuh anugerah, dan penuh ampunan.Â
Bagaimana tidak?Hilal yang diperdebatkan banyak orang. Hilal yang dinanti berjuta jiwa. Hilal yang membuat mall-mall diserbu tanpa mengindahkan physical distancing. Hilal yang menyebabkan membuncahnya rindu kampung halaman karena adanya larangan mudik. Hilal juga yang memisahkanku dengan Ramadan. Hilaaal... semoga ini bukan pertemuan terakhir kita.
***
"Hilal! Hendak kemana kamu? Bukankah kita harus tetap stay at home. Tidak ada tuh namanya takbir keliling meskipun besok lebaran," tegur sang ibu dari balik tirai kelabu.
"Tidak ibu, aku tidak akan pergi," jawab Hilal kalem. Aku hanya ingin mengumumkan bahwa besok kita akan merayakan hari kemenangan.
Ya benar, kita telah menang. Menang melawan hawa nafsu. Menang melawan segala godaan setan. Menang melawan hasrat hati untuk tidak keluyuran di saat pandemi. Menang memanfaatkan waktu semaksimal mungkin saat di rumah. Dan menang merebut hati agar semakin peduli dengan sesama.
Sebelumnya, Hilal pernah meramalkan bahwa besok akan bertemu lebaran. Namun bukan berarti bisa sungkem orang tua, salam-salaman dengan kerabat, saudara, handai taulan, dan peluk cium dengan sahabat-sahabat tercinta.
Kondisi masih memprihatinkan, masih butuh perhatian dan kepedulian semua penghuni semesta. Karena jika kita abai dan menganggap semua keadaan sudah membaik maka sangat mungkin kondisi yang terjadi lebih buruk dari sebelumnya.
"Bu, untuk besok aku sudah siapkan lebaran online," ujar Hilal. Biar kita bisa bertemu saudara-saudara yang lain, merasakan kebahagiaan bersama meskipun tak bisa bersua secara langsung.
Walaupun lebaran secara daring tapi aku ingin besok kita pakai kostum serba putih biar saat difoto nanti terlihat kompak.
***