artikel opini yang nangkring di website instansi, sengaja di share penulis dengan dalih untuk pencerahan karena memang kontennya mengandung unsur edukasi. Terlebih di saat pandemi covid-19 ini informasi yang lalu lalang di berbagai media sosial kadang membuat netizen bingung memilah dan memilih informasi yang akurat.Pun dengan materi yang tersaji dengan tajuk judul yang memang sinkron dengan kondisi yang menggejala saat ini.Â
TulisanTerkait dengan social distancing sebagai pemutus mata rantai penyebaran covid-19. Masih asing terdengar manakala itu diterapkan dengan pelaksanaan ibadah salat di bulan ramadan. Bisa dipahami apalagi menyangkut janji Allah akan pahala yang berlipat ganda. Pasti dalam kondisi sehat jemaah akan terdorong untuk menuju masjid. Nah, di situlah penulis mencoba mengedukasi bahwa demi kebaikanpun saat ini malah akan mendatangkan madarat.
Untuk menjangkau pembaca lebih banyak, penulis mencoba mengirim ke media dimana tulisan bernada religius selalu mendapat tanggapan. Harapannya, tepat di hari jumat ini artikel bisa tayang karena ini adalah awal pelaksanaan ramadan.
Benar adanya, artikel itupun tayang dengan judul yang sama persis titik komanya dengan judul tulisan yang penulis buat. Rada bingung, setelah foto yang tayang kok bukan punya penulis tapi malah pejabat nomer wahid di instansi yang sama dengan penulis. Tentu saja ada penulis khusus yang memback upnya. Mengingat selalu ada orang kepercayaan pejabat tinggi di suatu institusi.
Setelah dibaca kontennya, ternyata beda. Cuma yang bikin gak sreg mengapa harus dengan judul yang sama. Apakah tidak ada judul lain. Bukankah membuat judul tidak selalu sulit. Meskpun saya akui membuat judul kadang harus memutar otak. Masih bertanya dalam hati, berarti boleh ya plagiat judul?
Ada untungnya juga karena saat penulis menshare artikel di media online dengan judul tersebut pasti bakalan diserbu netizen. Diambil sisi positifnya saja.