Mohon tunggu...
Tithania Aulia Syabani
Tithania Aulia Syabani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Mahasiswa Pariwisata yang memiliki ketertarikan dalam menjelajahi keindahan setiap sudut dunia.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Perjalanan Singkat Menikmati Kuta: Cerita Antara Debur Ombak dan Kilauan Lampu Malam

28 November 2024   23:50 Diperbarui: 29 November 2024   00:21 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Legian Kuta dan Pantai Kuta Bali (sumber: dokumentasi pribadi penulis)

Matahari telah terbenam sejak beberapa waktu lalu, namun rasa ingin menjelajahi kota yang masih tampak asing bagi saya masih belum sanggup diredam. Berada di Bali dalam waktu yang sangat singkat memang terasa kurang menyenangkan. Sehingga, setiap kesempatan untuk menjelajahi tempat ini terasa tidak bisa untuk dilewatkan. Pada perjalanan liburan di Bali kali ini, merupakan kali pertama saya mengunjungi kota yang penuh dengan adat istiadat serta tradisi keagamaan yang begitu lekat pada setiap kehidupan masyarakat di dalamnya. Melihat keindahan tradisi tersebut secara langsung membuat saya percaya bahwa Bali merupakan salah satu tempat yang sakral dan suci, terutama bagi para pemeluknya. 

Selasa malam, hari dimana saya dan beberapa teman memiliki keinginan begitu mendadak untuk menyaksikan bagaimana kehidupan malam yang ada di Bali. Memang saat kami berangkat dari hotel, jam sudah menunjukkan waktu yang sangat malam, sekitar hampir setengah sebelas malam. Kami yang merupakan turis tanpa pengetahuan banyak terkait Bali, berpikir bahwa pada jam tersebut masih banyak restoran atau toko yang siap menyambut kami dengan pintu yang terbuka lebar. Oleh karena itu, kami dengan kepercayaan diri yang tinggi memutuskan untuk menjadikan Jalan Legian Kuta sebagai destinasi untuk menilik sedikit kegiatan malam yang ada di Bali. Namun, sesampainya kami di Jalan Legian, ternyata sudah banyak toko yang mulai menutup pintu mereka, sehingga kami tidak bisa menjelajahi dengan leluasa seperti yang awalnya kami rencanakan.

Meski begitu, kami memutuskan untuk tetap mengeksplor Jalan Legian dengan berjalan kaki menyusuri trotoar yang diterangi oleh lampu-lampu dari klub, restoran, serta beberapa minimarket yang masih buka. Banyak wisatawan, terutama wisatawan asing yang masih menikmati malam mereka yang menyenangkan di Jalan Legian tersebut. Wisatawan tersebut tersebar di beberapa klub dan restoran yang masih siap untuk menghidangkan mereka berbagai sajian makan malam.

Bagi kami, sayangnya tidak ada restoran yang menarik untuk kami cicipi saat itu. Ditambah, banyak dari restoran sudah tutup, sehingga mengurangi pilihan restoran yang bisa kami pilih. Pada akhirnya, kami memilih untuk singgah dan duduk di salah satu minimarket. Padahal minimarket tersebut juga tersedia di kota saya berasal, namun entah mengapa setiap saya berada di kota atau negara lain, singgah di suatu minimarket merupakan kegiatan yang menyenangkan dan hanya saya nikmati saat saya jauh dari kota asal. Sembari duduk dan menikmati beberapa camilan, kami menyaksikan beberapa kendaraan serta wisatawan yang masih lalu lalang di jalanan yang mulai minim pencahayaan akibat banyak toko serta restoran yang sudah tutup. Namun, wisatawan nampaknya masih sangat bersemangat dan senang untuk tetap merasakan suasana malam. Bahkan, di samping minimarket tempat kami singgah, masih terdengar nyanyian karaoke yang begitu kencang dan dengan lirik yang campur aduk dari beberapa wisatawan asing yang masih asik menikmati malam di negara yang asing bagi mereka. Suasana jalanan terasa sangat sepi, namun wisatawan-wisatawan tersebut masih menciptakan suasana ramai di Jalan Legian pada malam hari itu. Meskipun perjalanan singkat kami pada Jalan Legian malam itu tidak memenuhi beberapa ekspektasi kami, namun perjalanan kala itu memberikan kami pengalaman baru dan berhasil mengisi kekosongan kegiatan kami pada malam itu.

Jalan Legian sepertinya memang kawasan yang biasanya dikunjungi banyak wisatawan saat malam hari, terutama ketika mereka sedang berada di daerah Kuta. Berbeda ketika saat pagi hingga sore hari, biasanya wisatawan saat berada di Kuta nampaknya lebih sering menghabiskan waktu di kawasan Pantai Kuta yang tidak jauh dari Jalan Legian. Setelah menikmati Jalan Legian pada malam hari, saya bersama rekan-rekan saya mengunjungi Pantai Kuta di pagi hingga siang hari. Bis merupakan transportasi yang kami naiki saat itu, sehingga kami harus parkir cukup jauh dari kawasan Pantai Kuta karena keterbatasan fasilitas parkir bis dan aksesibilitas bagi bis untuk lalu lalang. Oleh karena itu, semacam angkot wisata yang kemudian menjadi sarana transportasi yang mengantarkan kami untuk tiba di Pantai Kuta. 

Saat itu, matahari telah bersinar sangat terik di langit Bali, sehingga saya memutuskan untuk berjalan kaki melintasi trotoar kawasan Pantai Kuta untuk singgah di Beachwalk Shopping Center. Pemandangan pantai beserta wisatawan-wisatawan yang tengah berselancar terlihat bahkan dari trotoar jalanan. Selain itu, beberapa toko serta restoran juga menemani langkah saya menuju Beachwalk Shopping Center. Begitu tiba di Beachwalk, saya langsung bergerak melangkah ke salah satu toko coklat dan permen impor yang cukup besar untuk berburu coklat serta camilan lain yang menarik mata saya. Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama di Beachwalk Shopping Center, saya melangkahkan kaki kembali ke trotoar untuk kembali berjalan ke Pantai Kuta. Kemudian, saya mencoba masuk ke dalam pantai dan menginjakkan kaki di jalan setapak yang berada di atas hamparan pasir putih. Pandangan saya tertuju kepada pemandangan pantai beserta ombaknya yang cukup tinggi dan beberapa koleksi papan selancar yang berada di sepanjang jalan setapak pada Pantai Kuta. 

Memang cukup memanjakan mata, namun selama saya dan beberapa teman perempuan saya melintasi jalan setapak yang berada tepat di dalam kawasan pantai, kami terus mendapatkan beberapa pengalaman tidak menyenangkan berupa catcalling yang dilakukan oleh beberapa pihak yang menyewakan papan selancar. Bahkan, hal ini membuat kami sungguh merasa tidak nyaman sehingga memutuskan untuk keluar kawasan pantai dan kembali menggunakan trotoar yang berada di jalanan saja. Sungguh miris, karena bukan kali pertama saya dan beberapa teman perempuan mendapatkan perlakuan seperti itu. Pasalnya, kami juga mendapatkan perlakuan yang sama saat berada di kawasan Jalan Legian pada malam sebelumnya. Hal seperti ini membuat pengalaman perjalanan yang seharusnya sangat berkesan malah menjadi kurang menyenangkan.

Bali memang kawasan wisata yang menawan dan merupakan salah satu destinasi unggulan di Indonesia. Adat istiadat serta moral perlu untuk selalu dipegang kuat, supaya warga lokal serta wisatawan dapat sama-sama menghargai satu sama lain dan menciptakan perilaku  yang baik. Sehingga, perlakuan-perlakuan kurang menyenangkan yang dilayangkan kepada wisatawan ataupun sebaliknya perlu untuk dihilangkan, agar tercipta rasa aman dan pengalaman perjalanan wisata dapat semakin menyenangkan. Semoga pada perjalanan saya ke Bali selanjutnya, saya dapat menjelajahi Bali dengan leluasa dan nyaman. Sampai jumpa pada perjalanan selanjutnya, Bali!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun