Mohon tunggu...
Titha Lyziana Nirmala
Titha Lyziana Nirmala Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Fresh Graduate of International Relations

Penulis amatir yang suka menulis berbagai macam hal random dan bercerita apapun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Semangat Diplomasi dan Politik Luar Negeri Kerajaan Mataram pada Masa Pemerintahan Sultan Agung

28 April 2021   20:01 Diperbarui: 28 April 2021   21:49 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak zaman kerajaan, Indonesia sudah melakukan politik luar negeri dan diplomasi dengan bangsa dan negara lain. Hal tersebut ditunjukan melalui kerajaan-kerajaan yang melakukan interaksi dalam berbagai bidang dengan negara lain baik itu dalam pertukaran budaya, agama, perdagangan, dan sebagainya. Interaksi tersebut memiliki peran terhadap diplomasi dan politik luar negeri Indonesia saat ini. Dengan adanya interaksi tersebut, Indonesia dapat menunjukan bahwa ia bukanlah bangsa yang benar-benar dijajah selama 350 tahun lamanya dan Indonesia juga dapat menunjukan bahwa ia mampu maju dalam peradaban kekuatan global. Adanya interaksi tersebut dibuktikan dengan beberapa contoh. Misalnya saja interaksi antara kerajaan Aceh dan Amerika pada tahun 1873, kerajaan Banten dan Inggris pada tahun 1681 yang berusaha untuk melakukan pertukaran senjata militer, kerajaan Sriwijaya dan Tiongkok yang melakukan penyebaran agama, dan sebagainya.

Termasuk kerajaan Mataram yang berada di Jawa pada saat itu. Mataram yang berada dibawah pimpinan Sultan Agung menjadi kuat dan berani. Sultan Agung sebagai raja yang bijak melakukan beberapa beberapa sentuhan diplomatik dengan negara lain dalam beberapa bidang diantaranya dengan kerajaan Arab dalam perdagangan sehingga ia juga mendapatkan gelar dari kerajaan Arab.  Salah satu yang paling membekas dalam perjalanan Mataram dibawah Sultan Agung adalah perlawanannya terhadap VOC Belanda. 

Ketika Belanda datang ke Mataram dengan mengirimkan perwakilannya untuk meminta izin dagang, Mataram langsung bersikap tegas. Hal tersebut dibuktikan dengan perlakuan Mataram yang memperbolehkannya dengan syarat ia meminta pajak sebesar 60% jika VOC ingin berdagang di wilayah kekuasaan Mataram. Bukan tanpa sebab, Sultan Agung melakukan hal tersebut karena ia sudah tahu bahwa VOC hanya akan menguras sumber daya alam dan hanya akan membuat rakyat Mataram menderita dibawah perbudakan dan kerja paksa. Selain itu, ia juga teringat akan amanah dari Sunan Kalijaga yang harus menjaga Mataram dari jajahan bangsa asing.

Ketegasan Sultan Agung semakin tercermin ketika ia mencetuskan ide perang melawan VOC di Batavia yang menjadi markas VOC. Sempat terjadi pergolakan politik di internal Mataram karena para adipati memilih untuk bekerja sama dengan VOC namun hal itu tetap ditentang Sultan Agung. Para adipati banyak yang tercerai berai karena politik adu domba VOC. Ketika Sultan Agung mencetuskan ide ingin menyerang mataram, banyak adipati yang berkhianat darinya. Banyak adipati yang lebih memilih untuk bekerja sama dengan Belanda dengan pertimbangan bahwa kerjasama dipandang lebih baik daripada harus terjadi pertumpahan darah. Namun, Sultan Agung tetap pada pendiriannya untuk menyerang Mataram. Penyerangan dilakukan di Batavia, tempat dimana VOC mendirikan markas usai menaklukan Batavia.

Seluruh rakyat Mataram khususnya laki-laki dikumpulkan oleh Sultan Agung untuk dilatih kekuatan militernya. Selain itu,  Penyerangan dilakukan melalui dua tahapan yakni pada tahun 1628 dan 1629. Pada awalnya memang Mataram yang memenangkan pertarungan, namun ternyata VOC dapat menggilir kemenangan. VOC menggunakan cara-cara liciknya agar mereka dapat memukul mundur Mataram entah itu melalui penyerangan malam hari ataupun menutup benteng jika sudah merasa terdesak dan pembakaran lumbung padi persediaan tentara Mataram. Gugurnya para tentara Mataram yang berjumlah banyak membuat mental para tentara menjadi turun. 

Hal ini diperparah dengan habisnya stok persediaan makanan karena pembakaran lumbung padi persediaan bahan makanan tentara Mataram oleh VOC. Didukung oleh konflik internal antar para adipati yang berada dalam medan peperangan semakin membuat kondisi tak karuan. Oleh sebab itu, kemudian Sultan Agung menginstruksikan para bala tentaranya untuk pulang kembali ke Mataram. Sultan Agung juga mengatakan bahwa memang Mataram kalah dalam peperangan namun setidaknya Mataram sudah berani melawan penjajahan.

Dalam kehidupan politik luar negeri, sikap yang ditujukan oleh Sultan Agung untuk melawan VOC adalah suatu ketegasan yang menunjukan integritas politik Mataram kala itu. Sebenarnya, Sultan Agung adalah orang yang mau bekerja sama dengan siapa saja asalkan kerja sama tersebut mengahasilkan simbiosis mutualisme dimana kerja sama tersebut saling menguntungkan. Sultan Agung memilih untuk tidak bekerja sama dengan VOC karena ia melihat pada saat itu Jayakarta dan Maluku sudah berhasil ditaklukan dan kemudian VOC menduduki daerah tersebut dengan semena-mena.

Strategi yang dipakai Sultan Agung dalam melakukan penyerangan memang masih bersifat kedaerahan namun cara tersebut sanggup membuktikan bahwa Indonesia khusunya Mataram saat itu tidak boleh diinjak-injak oleh bangsa lain dan bahwa Mataram menunjukan sikap anti imperialismenya terhadap penjajahan Belanda pada kerajaan-kerajaan lain di seluruh nusantara. Ketidaksetujuan Sultan Agung pada pendapat adipati dinilai menjadi keputusan yang cemerlang karena menurutnya kehati-hatian akan membunuh secara perlahan sebelum kita menghancurkan mereka. Pada akhirnya adanya penyerangan yang dilakukan oleh Mataram ini menginspirasi kerajaan-kerajaan lain di nusantara untuk melawan Belanda yang dapat membuktikan bahwa Indonesia juga turut maju dalam peradaban.

Gagalnya perang dalam kemiliteran tidak membuat Sultan Agung patah semangat. Ia lalu kembali membangun Mataram dengan fokus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan budaya. Ia menciptakan Kitab Sastra Gending, melestarikan tarian Bedhoyo Ketawang, serta mencoba untuk memadukan budaya islam dan jawa melalui penciptaan penanggalan jawa. Perlawanan yang dilakukan Sultan Agung, dan hubungan diplomatik Mataram dengan bangsa lain mencerminkan bahwa sentuhan diplomatik di nusantara memang sudah ada sejak itu.

Referensi :

Haryanto, A., & Pasha, I. (2016). Diplomasi Indonesia : Realitas dan Prospek. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun