Mohon tunggu...
Tirta Adithiya nugraha
Tirta Adithiya nugraha Mohon Tunggu... Lainnya - sedikitpi mahanganggur

bercita - cita menjadi elit global dan penerbang roket

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kutukan Sisifus

30 Oktober 2020   17:32 Diperbarui: 30 Oktober 2020   18:14 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada seorang wanita aku
terpukau. Aku merenung dan
terbungkus cinta dalam kata - kata.
aku melebarkan sayap kepada
pesona dan keagungan. Kepada
wanita yang kucinta itu.

Rasaku seperti terbakar, dan tali
menguat, genggamku erat. Kau
terciptalah untukku. Sayang.

Kubayangkan kita telah bersama,
berumah tangga. Aku datang, kau
duduk, kudekap kau erat pada
kejutan. Sedang kau sibuk dalam
rajutan penghangat baju anak kita.

Lalu waktu seolah menjadi indah
dan indah dan indah. Senja begitu
mengkilau. Rasaku begitu bahagia
karena kita yang bersama.

Lalu pada pagi hari, aku terbangun
pada mimpi, kubertemu denganmu
dan aku menjadi acuh tak acuh.
Merasa berdosa diriku yang di
imajinasi.

Seolah bertindak kasar, membuang
muka. Sedang aku tak dapat
terlena akan wajah manis bidadari
dihadapan. Paku telah menusuk
kepala, menancapkan mata kepada
wajah diseberang sana.

Siang - malam hilir - mudik kata -
kata teruntai kepada pesona.
cintaku lahir padamu dan tumbuh
kepada kata -- kata lalu terhenti pada
imajinasi lain. sedang kadang,
wajah itu lupa aku gambarkan.

Tidurku singkat, siangku padam.
Dan hentakan - hentakan kakiku
lebur oleh pesona seorang wajah.
pada akhirnya aku bermain dengan
hakikat cinta, meraba pada tembok-
tembok pembatas akan radikal :
sampai dimana cinta dapat
berkembang?

Kuberjingkat pada kata, "cinta
tumbuh pada terbiasa." Lalu
surau suara parauh kontrakdiksi
berbeda pandang. Saling mengadu,
kekuatan gombalan. Dan
kuputuskan untuk kita biarkan
ruang menghakimi, dan biarkan rasa
menguar begitu saja.

Lagipula selain itu, aku bermantel
pesimis dan munafik, narsis!
kupaham kau begitu mempesona,
tetapi apa daya,monyet ini tak
punya apa - apa selain batu dan
kata - kata. Dan cinta hanya sebatas
kata - kata, yang dibacakan
perangai malam tersematkan
harapan. Dan harapan, agar ini
Jepang dan kau peka.

Dan itu menyedihkan.

Sedang tindakan - tindakan
tercelahku, tolong kau ingat akan
rumitnya manusia gila tentang
cinta berbeda pandang dengan
hidup demikiannya pikirkan, lalu
campurkan bersama harapan
orangtua, manusia, laki - laki pria
yang ia pahami dan tafsirkan pada
kebesaran rasa yang menyedihkan

Tetapi waktu berkata lain, apapun
namamu Tuhan: layaknya semesta
berbeda, bayangmu tak lagi sama,
kau dan tangan dia. Adalah luka
yang rumit. Cemburu membuatku
mati berkali - kali. Setiap hari.
bergerak sulit, mati sulit apalagi?
prioritas dan kapal karamkah?
jawabannya.

Satu hal dalam laguku, tak ada kata
untuk melukai, dengki kepada hati
milik orang. Tetapi takar ia
melalui burung - burung pelikan
yang bawakan berita kehilangan.
aku sekadar kehilangan objek cinta
semata, inspirasi dan rasa.
rinduku, hanyalah romantika
paham semata.

Lama itu bergulir, hingga aku
mati berkali - kali. Hidup berkali -
kali, mencari, makna berkali - kali.
terombang ambing berkali - kali.
berkali - berkali, setiap hari.

Hingga semua terbiasa menjadi
rasa yang hambar. Dan aku menjadi
dewa ataupun biksu yang suci tak
tertandingi. Dan kau terciptalah
untuknya. Kawan.

Sudahlah. Aku kembali bersama
kekuatanku.

Kulihat kau disana dengannya, dan
kusadari sesuatu: tak ada lagi apa -
apa. selain tangan kotor menyentuh
tangan kotor. Selain hubungan hina
menyentuh hubungan hina. Kalian telah
sama dihadapanku.

Dan aku tidak akan pernah jatuh cinta.
lagi.

Hingga seorang wanita berlalu,
pada kantin itu. Matanya lentik,
cantiknya tak tertandingi. Paku itu
kembali. Dan aku beruntai pada
kata - kata :

Kepada seorang wanita aku
terpukau. Aku merenung dan
terbungkus cinta dalam kata - kata.
aku melebarkan sayap kepada
pesona dan keagungan. Kepada
wanita yang kucinta itu.

Rasaku seperti terbakar, dan tali
menguat, genggamku erat. Kau
terciptalah untukku. Sayang...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun