Mohon tunggu...
Tiopan Sipahutar
Tiopan Sipahutar Mohon Tunggu... Konsultan - Ph.D Student at University of Indonesia

TIOPAN SIPAHUTAR, SKM, MKM, merupakan lulusan S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dengan peminatan Biostatistik pada tahun 2003, lulus S2 di kampus yang sama pada tahun 2011. Pernah menjadi asisten dosen di program studi FKM UI khususnya di Departemen Biostatistik dan Kependudukan. Bersama dengan dosen-dosen senior FKM UI, bergerak dalam penulisan ilmiah terutama di bidang kesehatan reproduksi. Menjadi asisten peneliti dan terlibat dalam beberapa penelitian eksperimental antara lain di Pusat Penelitian Atmajaya. Bergabung dengan Jaringan Epidemiologi Nasional sebagai asisten profesor dalam hal advokasi kesehatan reproduksi remaja dan bekerja sama dengan beberapa lembaga antara lain Ford Foundation, Departemen Kesehatan, organisasi perempuan NU, dan LSM lainnya. Pernah bergabung dengan World Vision dan Wahana Visi Indonesia sebagai staf Monitoring dan Reporting di tingkat nasional yang bergerak dalam bidang nutrisi, pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, menjadi konsultan dalam bidang penelitian, statistik serta penulisan laporan. Saat ini sedang studi doktor dalam bidang kesehatan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dandelion dan Sebuah Filosofi

1 Oktober 2018   15:24 Diperbarui: 1 Oktober 2018   15:27 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya sepertinya sering lihat bunga ini di hutan mana di kampungku (lupa dimana dan momentnya kapan). Dulu, saya tidak tahu nama bunga ini apa, yang saya tahu kalau kita lewat, bagian-bagian putih yang lepas dari kelopaknya itu selalu lengket di baju. Barulah setelah anak saya sekolah, saya tahu kalau bunga ini bernama Dandelion....

Cobalah lihat bunga dandelion yang di gambar ini...indah bukan? Bunga-bunga putih, halus dan ringan lepas dan terbang oleh hembusan angin...terbang jauh kemana angin membawanya.. Saya pun hanyut kepada suasana seakan berada di padang rumput atau di satu tempat dimana desiran angin berhembus terasa sejuk, sinar matahari yang menambah kecerahan langit biru sekaligus menambah kekuatan mata untuk semakin jelas melihat warna-warni yang Tuhan ciptakan.

Tetapi, aku terenyuh..akan kehidupan yang sebenarnya ada di depan mata. Ada orang, jam 3 sore masih komunikasi, jam 6 sore sudah hanyut oleh tsunami di Palu.

Ada orang, jam 12 masih makan siang bersama di luar kantor, jam 13 sudah meninggal di kursi kantor. Ada orang, selama bertahun-tahun merasakan sakit yang sangat karena kanker dan akhirnya meninggal. Ada orang yang sepertinya sulit untuk mendapatkan uang walau hanya 1000 rupiah tetapi ada orang yang dengan sengaja mengumbar-umbar kekayaannya dan perilaku mewahnya. Hidup satu ke yang satu terasa kontras sekali.

Ternyata hidup itu tidaklah sekedar duduk menikmati angin semilir dan cahaya matahari yang menguatkan..tetapi terkadang angin pun membawa serpihan-serpihan debu yang kadang terkena mata dan sesekali membuat mata menjadi perih..Perih hingga mengeluarkan air mata.

Hidup itu memang singkat, terkadang berat dan tidak ada yang tahu kapan perjalanan kita akan berakhir. Namun, kita tidak boleh terpaku kepada mati-nya tetapi fokus kepada waktu-waktu yang masih Tuhan berikan kepada kita. Berbuat sesuatu yang terbaik agar tidak sia-sia setiap detik kehidupan kita.

Kembali kepada filosofi dandelion. Agar bunga ini bisa bertambah banyak dan menyebar, bunga dandelion harus terpisah dari tangkainya, dibawa oleh angin dan berhenti sampai angin selesai dengan tiupannya. Lalu, dimanapun bunga ini terhenti, dia akan memulai kehidupan barunya kembali.

Salah satu yang bisa dipetik dari filosofi dandelion ini adalah akan kehidupan yang harus penuh dengan iman. Seperti bunga dandelion yang hanya mengikuti kemana angin membawa dan berhenti, kehidupan manusia pun demikian.

Kita tidak tahu akan kemana kita dan seperti apakah kita dalam waktu-waktu ke depan dan jelas tidak tahu kapan Tuhan menghentikan detak jantung kita tetapi satu yang pasti kita harus menjalaninya dan menunggu hingga selesai.]

Sebab siapakah yang sanggup mengatur Tuhan dalam merencanakan kehidupan manusia? Dalam perjalanan kehidupan kita, ketidaktahuan kita seharusnya membuat kita semakin beriman kepada Sang Pencipta sambil terus melakukan yang terbaik sesuai bidang kita hingga pada saat angin terhenti, justru bunga itu menjadi lebih indah dan bertumbuh. Menjalani apa yang sekarang harus dijalani dengan limpahan ucapan syukur meski banyak hal yang tidak kita tahu yang akan terjadi ke depan.

Mulutku terdiam seribu bahasa, namun mataku memandang optimis ke depan. Kembali kurasakan angin sejuk yang terasa masuk sampai ke hati dan jantungku..aku pun menarik nafas panjang sambil menutupkan mata..... Kurasakan serta kuhirup udaranya sambil berbisik.. "oh, betapa indahnya dunia yang disediakan Tuhan kepada manusia. Jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun