Mohon tunggu...
Tinta Digital
Tinta Digital Mohon Tunggu... Administrasi - Akun ini saat ini bersifat pribadi dan dimiliki oleh satu orang

Tinta Digital adalah karya asli Kelas Cyber Journalism Mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2015 FISIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin . Semoga menjadi inspirasi buat pembaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Pram dan Tulisannya

31 Desember 2018   20:20 Diperbarui: 31 Desember 2018   20:28 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jauh dari jantung kota Banjarmasin, terdapat sebuah coffee shop dimana seorang gadis dengan tekun mengetik di laptopnya. Tut, tut, tut, jarinya menari lincah diatas keyboard, sepotong cheese cake dan segelas es kopinya terabaikan, pun begitu dengan setumpuk buku yang teronggok setia menemaninya di meja. Entah apa yang dikerjakannya, namun pemandangan seperti ini merupakan hal yang sangat wajar di penghujung tahun 2018, seorang perempuan muda mengerjakan tugasnya di sebuah coffee shop. Sebuah pemandangan yang mungkin hanya menjadi mimpi basah bagi perempuan-perempuan yang lahir dan hidup di Indonesia pada era 1800-an.

Era itu, Indonesia belum lagi mengecap nikmatnya kemerdekaan, manusia-manusianya masih terjajah, pun begitu dengan manusia berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin yang menjadi kasta kedua. Di era itu pula lahirlah Kartini, sosok perempuan yang tidak menyerah pada nasibnya dan dengan segala keterbatasannya memperjuangkan emansipasi perempuan. Hari ini semua rakyat Indonesia masih mengingat dan mengenal namanya bukan saja karena ia adalah seorang pahlawan nasional yang tanggal lahirnya diperingati sebagai Hari Kartini, tetapi karena ada sosok seperti Pram yang melalui tulisannya mengenalkan siapa sosok Kartini.

Panggil Aku Kartini Saja adalah salah satu dari sekian banyak tulisan Pram. Penulis yang bernama lengkap Pramoedya Ananta Toer ini lahir di Blora, Jawa Tengah pada tahun 1925. Ia menghabiskan nyaris separuh hidupnya di penjara, 3 tahun dalam penjara kolonial, 1 tahun di orde lama dan 14 tahun di orde baru. Penjara mungkin saja mengurung raganya, namun sama sekali tidak mampu mengurung semangatnya dalam menulis. Melalui tangannya telah lahir begitu banyak karya, mulai dari biografi, roman, drama bahkan sejarah.

Tulisan-tulisannya pun tidak pernah minim riset, apalagi minim makna. Namanya sempat tenggelam dan hanya diingat oleh segelintir orang yang mengaku mencintai sastra. Tetapi kembali mencuat sejak kontroversi pengangkatan roman Bumi Manusia ke layar lebar yang melibatkan Iqbaal Ramadhan sebagai pemeran utama yang memerankan sosok Minke. Sejak itu, karya-karyanya kembali terlihat di rak-rak toko buku dengan ejaan yang lebih mudah dimengerti tentu saja. 

Ambil contoh Cerita dari Digul yang disunting oleh Pram, pada terbitan awal kumpulan cerita dari eks digulis ini menggunakan bahasa melayu yang pada saat ini sudah semakin sulit dimengerti oleh orang Indonesia kebanyakan. Oleh karena itu, buku ini kemudian diterbitkan kembali oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada 2001 dengan bahasa Indonesia yang sudah disesuaikan kembali dengan gambar sampul yang tentu saja berbeda.

Sepanjang hidupnya, ada setidaknya 40 tulisannya yang tercatat, ada pula yang naskah-naskahnya dibakar, dilarang terbit atau memang ditolak oleh penerbit. Panggil Aku Kartini Saja yang dapat kita nikmati saat ini misalnya, hanyalah sisa-sisa yang dapat diselamatkan dari pembakaran yang dilakukan oleh Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965. Awalnya, Panggil Aku Kartini Saja terdiri dari buku I, II, III dan IV, namun buku III & IV telah menjadi abu yang hilang tertelan zaman.

Tulisan-tulisannya pun tidak lepas dari pelarangan oleh jaksa agung. Bumi Manusia yang pernah dipersoalkan itu misalnya adalah salah satu karya yang pernah dilarang oleh jaksa agung pada 1981. Faktanya seluruh seri dari Tetralogi Buru pernah dilarang oleh jaksa agung, Anak Semua Bangsa dilarang pada 1981, Jejak Langkah dilarang pada 1985 dan Rumah Kaca dilarang pada 1988. Selain Tetralogi Buru, karya-karya Pram lainnya yang dilarang termasuk Hikayat Siti Mariah, Sang Pemula, Memoar Oei Tjoe Tat, dan Nyanyi Sunyi Seoran Bisu I. 

Sekarang setelah sekian lama, berburu buku-buku tulisan Pram bisa menjadi hobi yang memerlukan banyak uang, menyulitkan, melelahkan sekaligus menyenangkan dan memuaskan, terlebih jika dapat membaca dan memahami semua keindahan pikiran Pram melalui karya-karyanya (Kiky).

Referensi:

  1.                 Toer, Pramodya Ananta. 2006. Anak Semua Bangsa. Jakarta: Lentera Dipantara.
  2.                ____________________. 2009. Arok Dedes. Bogor: Grafika Mardi Yuana.
  3.                 ____________________. 2018. Bukan Pasar Malam. Jakarta: Lentera Dipantara.
  4.                 ____________________. 2005. Bumi Manusia. Jakarta: Lentera Dipantara.
  5.                 ____________________. 2001. Cerita dari Digul. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
  6.                 ____________________. 2017. Drama Mangir. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
  7.                 ____________________. 2018. Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. Jakarta: Lentera Dipantara.
  8.                 ____________________. 2007. Jejak Langkah. Jakarta: Lentera Dipantara.
  9.                 ____________________. 2002. Korupsi. Jakarta: Hasta Mitra.
  10.                 ____________________. 1995. Nyanyi Sunyi Seoran Bisu I. Jakarta: Lentera Dipantara.
  11.                 ____________________. 1997. Nyanyi Sunyi Seorang Bisu II. Jakarta: Lentera Dipantara.
  12.                 ____________________. 2012. Panggil Aku Kartini Saja (Bagian I dan II). Jakarta: Lentera Dipantara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun