Mohon tunggu...
Timotius Cong
Timotius Cong Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penginjil

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Prinsip Baik Orangtua Tidak Selalu Cocok Buat Anak

19 Mei 2020   15:17 Diperbarui: 3 Juni 2020   13:13 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi prinsip orangtua untuk anak (Sumber: Pixabay.com)

Saya memiliki satu prinsip yang didapat dari seorang pendeta idola saya. Beliau berkata, "kita harus memakai setiap waktu yang Tuhan berikan, jangan sia-siakan setiap menit. Pakailah setiap menit dengan baik." Prinsip ini, sejak kecil, saya ajarkan pada anak pertama saya. Saya tidak tahu, apakah dia mengikuti prinsip ini atau tidak. 

Pada tahun 2017, anak pertama saya berumur 17 tahun saat masuk SMA kelas 1. Di suatu siang, saya melihat dia tiba-tiba menonjok dirinya sendiri, meski tidak mengenai mukanya, karena berhasil dia tahan. Saya berpikir dia sedang bercanda. Akan tetapi, hal itu terjadi berulang-ulang. Mulailah saya bertanya, "Nak kamu kok melakukan gerakan seperti itu, bercanda ya?" 

Betapa kagetnya saya, saat dia menjawab, bahwa gerakan tangan kanan menonjok diri sendiri terjadi tanpa dia bisa kontrol. Mendengar jawabannya, saya sudah mulai kuatir, dan bertanya, "Sejak kapan gerakan aneh ini terjadi." 

Dia menjawab, "Sejak SMP kelas 1 saat sekolah di kampung." Memang, saat itu saya ambil S2. Jadi, untuk meringankan biaya hidup, dia dikirim ke kampung saya di Kalimantan untuk sekolah di sana. Saat SMA, baru anak saya kembali ke Jakarta. 

Saya mulai membawa dia ke dokter syaraf. Sesuai perintah dokter, kami mulai menjalani pemeriksaan. Mulai dari EEG, CT Scan otak sampai MRI. 

Hasilnya, semuanya bagus, tidak ada kerusakan otak. Tetapi herannya, setiap kali dia bangun dari tempat duduk, tangan kanan tidak terkontrol menonjok wajahnya. 

Saya mulai bertanya, "Tuhan apa yang terjadi pada anakku? Mengapa ini terjadi pada dia yang masih muda?" Semua pertanyaan sudah saya tanyakan kepada Tuhan, tetapi Tuhan tetap diam. 

Mau berobat lebih lanjut, juga takut biaya mahal. Akhirnya, saya biarkan saja karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Paling cuma berpesan pada dia, agar tidak memegang pisau, takutnya pas kumat bisa menusuk wajah sendiri.

Rasa bingung, terus bertanya, "Jikalau tidak ada apa-apa pada otaknya, mengapa bisa sakit seperti itu." Memang pada pemeriksaan terakhir yaitu setelah setahun menjalani pemeriksaan. Di mana dokter menyimpulkan bahwa anak saya tidak mengalami masalah di otak. Tetapi jika masih mau melanjutkan pemeriksaan, dokter akan merujuk ke rumah sakit pusat syaraf daerah Jakarta Selatan, dan juga ada saran untuk operasi. 

Masalahnya, mau operasi apa? Penyakitnya saja tidak jelas. Jika jelas bahwa ada syaraf kejepit, atau syaraf otak bagian apa yang bermasalah, kan bisa diambil tindakan. Tetapi dokter saja tidak bisa menyimpulkan dia sakit apa. Jadi tidak jelas, maka saya pun tidak tahu harus berbuat apa.

Setiap kali melihat tangannya bergerak sendiri. Hati merasa sedih dan pura-pura tidak melihat. Hal itu terjadi hampir 2 tahun. Sampai suatu malam, ada seorang jemaat yang sudah hampir 5 tahun tidak bertemu, karena saya sudah pindah pelayanan. Dia menghubungi dan bertanya tentang keadaan putra saya. Rupanya dia sudah mendengar kabar anak saya sakit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun