Mohon tunggu...
Sony Kusumo
Sony Kusumo Mohon Tunggu... Insinyur - Menuju Indonesia Surplus

Sony Kusumo merupakan pengusaha yang peduli dengan kemajuan bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

The 60 Taloans dan Rudy Taran, Etnis Tionghoa yang Mengudara di Tanah Air

25 Januari 2021   07:29 Diperbarui: 25 Januari 2021   14:52 1442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumsel.tribunnews.com

Bagi sebagian kalangan nama 'The 60 Taloans' saat ini, mungkin terdengar asing. Namun tak demikian bagi mereka yang mengecap kehidupan di awal masa kemerdekaan Indonesia.

Pasalnya nama itu, merupakan sebutan bagi para ksatria dirgantara di Indonesia. Dimana 60 kadet atau calon penerbang Indonesia yang terpilih menjalani pelatihan di Amerika Serikat.

Tepatnya di TALOA (Transocean Air Lines Oakland Airport) Academy of Aeronautics yang berlokasi di Bakersfield, California. Nah dari tempat itulah, sebutan 'The 60 Taloans' berasal.

Memang ketika itu Indonesia telah memiliki pilot. Sayang jumlahnya sangat terbatas, hanya ada 30 penerbang dan cuma mencakup wilayah Jawa dan Sumatera.

Ditambah ilmu penerbangan di Indonesia masih tergolong minim, padahal mewarisi sekitar 100 pesawat dari Belanda bekas Perang Dunia II. Maka dari itu, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan RI membuka pendaftaran bagi para pemuda yang ingin menjadi penerbang profesional.

Dari ratusan pendaftar barulah, terpilihlah 60 kadet yang berkesempatan menjalani pelatihan di TALOA. Untuk sampai ke titik itu, ada serangkaian tahapan yang harus mereka ikuti, mulai dari ujian tertulis, tes kemampuan berbahasa Inggris, wawancara, hingga tes kesehatan.

Usai menjalani pelatihan sebanyak 40 kadet dipulangkan secara bertahap guna menghindari kecelakaan pesawat. Sementara 20 kadet lainnya masih menjalani pelatihan lanjutan selama enam bulan untuk dididik  menjadi instruktur penerbang.

Tepatnya pada Juli 1952, semua kadet telah kembali ke Tanah Air. Dan mereka berkarir di berbagai profesi, antara lain militer, penerbangan sipil,dan di sektor swasta.

Etnis Tionghoa yang mengudara
Rupanya salah satu dari ke-60 kadet tangguh itu, terselip dua sosok pria Tionghoa. Padahal seperti kita tahu selama era Orde Baru, tentara menjadi profesi yang konon tidak boleh disentuh oleh para Tionghoa.

Keduanya adalah The Tjing Ho yang kini berganti nama menjadi Steve Kristedja dan Sugandi. Sayangnya tak banyak mengenai informasi keduanya, hanya saja Steve diketahui bermukim di California.

Kendati demikian etnis Tionghoa yang berkiprah dunia penerbangan, bukanlah hanya Steve dan Suganda saja. Pasca 'The 60 Taloans' muncul pula nama seorang purnawirawan TNI AU, Rudy Taran.

Ia lahir di Kota Piru, Pulau Seram, Maluku pada 6 Juni 1937. Perjalanannya menjadi pilot pesawat tempur bermula ketika terjadi kerusuhan PERMESTA di Ambon.

Dimana Angkatan Udara RI (AURI), mengirim sejumlah pesawat P-51 Mustang untuk membantu mengatasi pemberontakan. Rudy yang kala itu masih duduk di bangku SMA kelas dua, berdecak kagum menyaksikan kehebatan para penerbang dan seketika itu pula ia menjatuhkan pilihan pada profesi tersebut sebagai cita-citanya, meski sebelumnya Rudy berkeinginan menjadi dokter.

Maka setelah menamatkan pendidikannya, ia pun langsung berangkat ke Jawa bersama beberapa temannya untuk mengikuti ujian masuk Sekolah Penerbangan AURI. Sayang teman-temannya gagal dan hanya Rudy yang berhasil.

Akhirnya ia bersama 75 calon siswa penerbang dikirim ke Margahayu, Bandung untuk diberi pendidikan kemiliteran selama sepuluh bulan. Setelah itu, dikirim ke Yogyakarta dan dibagi menjadi dua kelompok.

Dimana 55 siswa, termasuk Rudy masuk ke dalam angkatan Cakra III dan dikirim belajar ke Cekoslovakia. Sementara 20 siswa lainnya belajar di Sekolah Penerbangan AURI di Maguwo, Yogyakarta.

Selama di sana, Rudy menggunakan beberapa jenis pesawat. Di tingkat pemula, ia memakai Z-126, tingkat dasar dengan Yak-11, dan tingkat lanjut menggunakan pesawat mig-15.

Di samping itu, Rudy juga menjadi siswa konversi tertua dalam pesawat F-5 TNI AU. Soalnya di saat itu, usianya telah mencapai 44 tahun dan sudah menjabat sebagai Komandan Wing 300 Kohanudnas yang membawahi langsung Skadron Udara 14.

Penerbang MiG-21F dan pelaku Operasi Dwikora ini, lulus dan menyandang sebutan Eagle 08. Dan di akhir masa jabatannya, pria yang dijuluki tarantula ini, berpangkat Marsekal Muda.

Oleh: Sony Kusumo
Salam Country Trade Surplus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun