Mohon tunggu...
Sony Kusumo
Sony Kusumo Mohon Tunggu... Insinyur - Menuju Indonesia Surplus

Sony Kusumo merupakan pengusaha yang peduli dengan kemajuan bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Akulturasi Tiongkok dan Indonesia dalam Lembaran Batik Lasem

29 Oktober 2019   10:51 Diperbarui: 29 Oktober 2019   11:11 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak sepuluh tahun silam, batik telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia. UNESCO menyebutkan batik sebagai Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity.

Tanggal 2 Oktober pun telah dinobatkan sebagai perayaan hari batik nasional. Kendati kental aroma nusantara, siapa sangka salah satu jenis batik Indonesia berkaitan erat dengan pendatang asal Tiongkok zaman dulu dan peranakan Tionghoa.

Ya itu adalah batik lasem. Pamor batik lasem dulu memang kalah kuat ketimbang batik lain dari Solo, Yogya, Cirebon, ataupun Pekalongan.

Gaung batik lasem baru mulai terdengar beberapa tahun belakangan. Tentunya terjadi karena geliat para pecinta batik ditambah penetapan warisan budaya oleh UNESCO tadi.

Kota Lasem sendiri adalah kota kecil di timur Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Kira-kira butuh waktu 4 jam perjalanan jika menempuhnya dari Semarang.

Batik lasem bermula dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Indonesia pada 1413. Cheng Ho memang kembali ke negaranya, namun dalam catatan di Babad Lasem (1479 M), salah seorang anak buah kapal Dhang Puhawang Tzeng Ho dari kerajaan Tiong Hwa, Bi Nang Un menetap di Lasem bersama istrinya, Na Li Ni.

Dari situlah keduanya mulai melukis di kain dan menciptakan batik lasem. Di tiap lembar kain tertuang gambaran bermotif kultur Jawa dan etnis Tiongkok.

Ragam motifnya seperti burung hong atau pheonix, ayam hutan, naga, sekar jagad, grinsing, watu pecah, dan kendoro kendiri. Batik lasem kian menarik dikarenakan warna merahnya yang khas, yakni serupa darah ayam.

Selain merah, warna biru tua, hijau botol, dan kuning khas batik pesisir menjadi ciri batik lasem. Ciri lainnya adalah ukuran motifnya yang tampak besar-besar dan agak acak.

Di samping itu, batik lasem juga dikenal dengan sebutan Batik Tiga Negeri. Alasannya karena tahap pewarnaannya memakan tiga kali proses.

Masa kejayaan batik lasem terjadi di abad ke-19. Tepatnya ketika hampir seluruh keturunan Tionghoa yang tinggal di Lasem menjadi pengusaha batik.

Saking jayanya di tahun 1904, Van Deventer dalam Overzicht van den Economischen toestand der Inlandsche Bevolking Java en Madorea menyebut Lasem sebagai salah satu pusat pembuatan batik. Bahkan dalam Batikrapport, P De KAT Angelino mencatat bahwa hingga 1931, ada 120 pengusaha batik di Lasem adalah kalangan Tionghoa.

Kemudian di abad itu pula, batik lasem diekspor besar-besaran ke Singapura dan Sri Lanka. Sayangnya carut-marut perekonomian dan politik di era 50-an membuat banyak pengusaha Tionghoa bangkrut sehingga kejayaan batik lasem meredup.

Kini tak banyak lagi rumah batik yang beroperasi. Beberapa diantaranya yang masih bertahan atau hidup kembali adalah Rumah Batik Ongs Art Maranatha, Batik Mawar, Nyah Kiok, Padi Boeloe, Sekar Kencana, Kidang Mas, Katrin Bee, Batik Gajah, Purnomo, Pusaka Beruang, dan Batik Lumintu.

Oleh: Sony Kusumo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun