Kung Fu Shaolin adalah seni bela diri tertua di Tiongkok. Pertama kali dikembangkan di Kuil Budha Shaolin di Provinsi Henan.
Kendati berpusat di Tiongkok, nyatanya Kung Fu Shaolin telah merambah hampir ke seluruh penjuru dunia. Menariknya salah satu pendekar Kung Fu Shaolin legendaris dari Tiongkok ada yang datang dan menetap di Indonesia.
Ya, dia adalah Louw Djing Tie. Pria dengan julukan Garuda Emas dari Siauw Liem Pay ini lahir pada 1855.
Sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, Djing Tie kecil adalah sosok yang nakal dan pemberani. Dia sering terlibat perkelahian dengan kawan sebayanya.
Meski begitu, Djing Tie sangatlah cinta kedua orang tuanya. Ketertarikannya pada Kung Fu Shaolin bermula saat umurnya sembilan tahun.
Yakni ketika Djing Tie iseng melempar batu ke seorang biksu pengembara, Thi Tjeng yang dikenal suka mengemis sembari memaksa dan mengancam. Saat lemparan batu yang ketiga, Thi Tjeng baru menyadari bahwa hal itu tidak main-main.
Biksu itu pun memanas dan langsung berlari mengejar Djing Tie. Lantas saja Djing Tie kabur dan bersembunyi ke sebuah warung kecil yang dijaga oleh seorang kakek.
Untuk bersembunyi disitu, tentu Djing Tie menceritakan kejadiannya kepada si kakek. Beruntung sang kakek mengizinkan dan dia lah yang mesti menghadapi serangan biksu tadi.
Alih-alih terluka, si kakek malah mendahului serangan biksu tersebut dengan pukulan lima jari. Dan membuat Thi Tjeng mundur.
Selama kejadian itu, rupanya Djing Tie memperhatikan si kakek beraksi. Dari situlah kekagumannya muncul terhadap seni bela diri Kung Fu Shaolin dan mulai mempelajarinya di salah satu perguruan yang ada di desanya.
Sayangnya baru setahun belajar, kedua orang tuanya meninggal secara beruntun. Hal itu membuat Djing Tie mesti pindah dan bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.