Mohon tunggu...
Sony Kusumo
Sony Kusumo Mohon Tunggu... Insinyur - Menuju Indonesia Surplus

Sony Kusumo merupakan pengusaha yang peduli dengan kemajuan bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money

Menuju Indonesia Kuat dan Mandiri (Surplus) di Bidang Ekonomi

12 September 2019   11:12 Diperbarui: 14 September 2019   07:03 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Strategi pemerintah agar bisa menuju trade surplus ibarat mata uang logam yang harus jalan beriringan.  Sikap mental dan konsep aparat hukum, aparat pemeriksa harus juga berubah, agar sejalan dengan tim ekonomi menuju goal yang ingin dicapai bersama. Tentu untuk masa depan bangsa dan anak cucu kita ke depan yang lebih baik dan terjamin.

Aturan yang ada dan berlaku sekarang adalah margin dari suplier jasa atau barang modal ke pemerintahan maksimal sebesar 15%. Dan yang dijadikan patokan adalah harga beli atau modal dari suplier belanja ke principle luar.

Misalkan harga dari luar negeri untuk barang modal atau jasa US$ 100, suplier hanya bisa menjual maksimal US$ 115 ke pemerintahan. Jika suplier pintar atau mempunyai kemampuan bernegosiasi serta pengetahuan detil tentang barang modal atau jasa dari si principle, bisa saja harga belinya suplier menjadi US$ 50.

Kalau misalkan suplier jual ke pemerintahan barang modal atau jasa itu US$ 90. Seharusnya negara diuntungkan karena penghematan devisa dari dana yang dibelanjakan keluar negeri, secara pemerintahan harga belinya menjadi lebih murah US$ 90, saving US$ 25.

Tetapi menurut aparat pemeriksa (BPK atau BPKP) dan aparat hukum (Polisi atau Jaksa) adalah salah dan pemerintah dirugikan, karena yang diperbolehkan US$ 50 + margin 15%. Berarti US$ 57.5,- kalau ini yang terjadi tidak akan ada yang kreatif untuk nego karena selain mesti punya skill dan cape nego, hasilnya malah pendapatan lebih kecil, kalau pintar negosiasi hanya dapat margin US$ 7.5.

Dan kalau tidak nego dapat margin US$ 15, jelas ini ada yang salah dan harus di luruskan cara berpikirnya.

Untuk suplier atau entrepeneur mau berusaha keatif dan Ada transparancy perlu diberi insentif kebebasan mereka untuk ambil margin.
Pemerintah akan mendapatkan multiple benefit, penghematan devisa negara, harga belanja barang modal atau jasa pemerintahan menjadi lebih murah dan pemerintah mendapatkan pajak PPH yang lebih besar dari profit suplier.

Harga barang modal atau jasa seharusnya ditentukan dari market price di negara asal + sedikit margin + freight. Bukan berpatokan dari harga beli barang dari principle. Suplier diberi kebebasan untuk ambil margin dengan patokan harga market price dari barang modal atau jasa dari negara asalnya, atau market price yang di terima masyarakat, bukan dari cara berhitung yang aparat hukum sekarang terapkan. Sebab kalau itu di jadikan patokan, tidak Akan ada unicorn unicorn technology yang akan muncul di negara kita.

Untuk produk aplikasi, license, serta jasa aparat hukum, pemeriksa dan saksi ahli berlaku seolah-olah menjadi pelindung monopoli dari produk aplikasi, jasa, dan license dari vendor luar negeri. Harga beli supplier dari vendor luar dijadikan patokan dan sah, berapupun mereka tetapkan harganya.

Sedangkan aplikasi, jasa, dan license yang dikemas dan dibuat secara kreatif oleh perusahaan dalam negeri yang setara atau sejenis dianggap tidak ada harganya. Sehingga kalau dimasukan dalam komponen harga yang dijual ke pemerintahan, itu dianggap mark up.

Kalau ini tidak diubah mindset-nya dari aparat hukum dan pemeriksa, sangat langka ada perusahaan dalam negeri yang bisa maju karena yang mau kreatif, RND dan membuat aplikasi atau jasa lainnya malah ditekan dan dimatikan oleh aparat atau pemeriksa tanpa mereka sadari. Kalau ini dibiarkan kapan karya license, jasa, atau aplikasi anak bangsa bisa menjadi produk ekspor dan dicintai bangsanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun