Mohon tunggu...
Timey Erlely
Timey Erlely Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Hasanuddin

Penulis - Peneliti- Konsultan Pajak dan Keuangan. Kunjungi instagram: timey_erlely

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Akuntansi Pernikahan: Apakah Uang Panai' Itu Mahal?

22 September 2021   20:45 Diperbarui: 22 September 2021   20:55 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam sejarahnya, mas kawin telah ada sejak 3000 SM. Peradaban Kuno Mesir, Mesopotamia, dan Inca semuanya menggunakan mas kawin (Quale, 1988). Suku-suku Jermanik, yang berasal dari tahun 2000 SM dan memerintah Eropa Barat dari tahun 600 hingga 1000 M, mewajibkan mahar agar pernikahan menjadi sah (Hughes, 1985). 

Transaksi semacam ini juga terjadi di Suku Badui di Timur Tengah, dan negara-negara yang sebelumnya berada di bawah Kekaisaran Ottoman seperti Irak, Suriah, Mesir, Turki, Iran, dan Albania (Rapopart, 2000; Quale, 1988).Cina klasik membutuhkan negosiasi mas kawin untuk menjadikan pernikahan itu sah, dan pembayaran uang pernikahan yang demikian terus menjadi norma di banyak daerah saat ini (Ebrey, 1993). 

Tampaknya Cina menjadi salah satu contoh bahwa mas kawin menjadi wajib, namun bersifat sukarela karena ada pengembalian mas kawin (Engel, 1984). Taiwan juga tampaknya mengikuti praktik tradisional Tionghoa dalam pertukaran pembayaran pernikahan di kedua arah (perih dan Willis, 1993).

Hingga saat ini, sebagian besar masyarakat di berbagai tempat telah menerapkan pembayaran pada saat pernikahan. Pembayaran tersebut biasanya berjalan seiring dengan pernikahan yang diatur oleh orang tua dari pasangan masing-masing. 

Pembayaran pernikahan ini muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran, namun dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori besar yaitu pembayaran uang pernikahan dari keluarga besar pengantin wanita ke keluarga pengantin pria, yang sering disebut “Mas Kawin”, atau pembayaran uang pernikahan yang dilakukan oleh pihak pria kepada pihak pengantin wanita yang dikenal dengan sebutan “harga pengantin”. 

Pembayaran pernikahan tersebut dapat dilihat di beberapa daerah di Indonesia. Misalnya di Minangkabau, pihak keluarga wanita membayar uang pernikahan ke pihak keluarga pria. Sedangkan di Makassar, pihak keluarga pria membayar uang pernikahan ke pihak  keluarga wanita.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan jumlah harta yang ditransfer dari pengantin pria ke pihak keluarga wanita seperti di Spanyol, pihak pria mentransfer satu per sepuluh (1/10) dari kesejahteraan pria harus ditransfer ke pihak wanita (Quale, 1988). Di Italia, satu per empat (1/4) dari kesejahteraan pria harus ditransfer ke pihak wanita (Quale, 1988). 

Di Prancis, satu per tiga (1/3) dari kesejahteraan pria ditransfer ke pihak wanita. Di Uganda, 40 persen dari penerimaan keluarga pria harus ditransfer ke pihak pengantin wanita (Bishal dan Grossbard,2006). Kebanyakan orang menganggap bahwa pernikahan memiliki Cost (Biaya), sehingga uang pernikahan dijadikan sebagai syarat pernikahan. Oleh karena itu, seringkali terjadi masalah pasangan yang gagal nikah.

Misalnya, Tradisi Uang Panaik Makassar. Kata Panaik didefinisikan sebagai sebuah aturan untuk memberikan harta benda dari pihak pria ke pihak keluarga wanita untuk melangsungkan pernikahan. Ukuran besaran harta benda ini tergantung kedudukan dan pendidikan calon pengantin wanita. Jadi, semakin tinggi pendidikan atau keturunan (ningrat) wanita, maka semakin tinggi pula uang Panaik yang ditransfer oleh pihak pria. 

Dilihat dari sudut pandang Individualisme versus kolektivisme, bahwa uang panaik dianggap oleh keluarga sebagai hak individu yang bertentangan dengan masyarakat kolektivisme yang mengakibatkan gagal nikah, kawin lari, dan menjual hartanya untuk menikah. Sehingga, Individualisme cenderung lebih menonjol dibandingkan dengan kolektivisme.

Uang panaik atau panai diberikan oleh calon pengantin pria kepada keluarga calon pengantin wanita sebelum pernikahan. Pada saat itulah, dilakukan tawar menawar tentang jumlah uang panaik yang diberikan dan ukurannya sesuai dengan yang diminta. Khusus untuk panaik memang hanya ada di adat pernikahan suku Bugis – Makassar.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun