Mohon tunggu...
Timothy Sutantyo
Timothy Sutantyo Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh-graduate dari Swiss German University

Mahasiswa Informatik dari Swiss German University. Terkadang menulis jika ada opini yang ingin disampaikan.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Naik Transportasi Umum Itu Seru Lho!

14 Agustus 2019   08:00 Diperbarui: 14 Agustus 2019   09:16 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Naik Transjakarta dari Central Park, turun di depan Alam Sutera untuk ke SGU sumber: instagram/@pt_transjakarta 

Tomang.... Alsut.... Tomang.... Alsut...

Beginilah rutinitas saya saat saya masih kuliah. Setiap hari saya bolak-balik dari rumah ke kampus saya di Swiss German University. (Ya, saya tidak kos karena jarak rumah saya ke kampus masih tidak terlalu jauh).

Umumnya dengan jalan yang sama pula (Tomang Raya - Tol Jakarta Tangerang - Alam Sutera). Belum lagi ditambah dengan macet di tol saat saya pulang, saya jadi tambah pusing!

Makanya, karena saya bosan jalan yang saya lalui itu-itu saja, saya pun terkadang naik transportasi umum untuk pergi ke tempat yang saya tuju. Izinkan saya untuk memberitahu hal ini, seru naik transportasi umum! 

Sekarang saja, menggunakan ojek online seperti Grab saja harganya minimum Rp. 10000! Akan tetapi, umumnya kalau naik transportasi umum, dari pengalaman saya harganya jauh lebih murah. 

Seperti contoh, sekali naik bus Transjakarta harganya hanya Rp. 3500,-, selama kita tidak keluar dari halte. Belum lagi dengan menggunakan transportasi umum kita bisa melihat tempat-tempat yang biasa jarang kita lewati. 

Tidak hanya itu, menggunakan transportasi umum, saya dapat menjelajahi jalanan dari Jabodetabek yang saya jarang kunjungi. Saya juga dapat belajar lebih banyak mengenai rute dari transportasi umum yang saya naiki.

Sehingga kalau saya tidak sempat menyetir mobil (biasa kalau orang tua menggunakan mobil), saya dapat tahu transportasi apa yang dapat dinaiki untuk sampai ke tujuan dengan harga terjangkau. 

Belum lagi kalau di halte bis kita bertemu penumpang lain yang ramah, kita dapat mengobrol dengannya untuk belajar banyak dari orang tersebut. Saya pernah bertemu seorang ibu lansia saat saya ingin ke Central Park menggunakan Transjakarta, ia ternyata mengerti Bahasa Jerman juga seperti saya, dan ternyata ibu tersebut pernah bekerja di perusahaan yang berbasis di Jerman!

Saya dulu pernah kepikiran untuk pulang dari SGU ke rumah saya, tetapi menggunakan angkot ke Ciledug terlebih dahulu, karena saya sudah cukup sering naik Transjakarta ke Tomang. Dengan bantuan Google Maps, saya menemukan rute yang sesuai untuk pulang ke rumah saya. 

Setelah naik angkot hingga Ciledug, saya ambil bus di perempatan Ciledug (kalau saya tidak salah ingat Kopaja), lalu lanjut dengan angkot lagi di Slipi hingga Tomang. 

Saya pun tidak hanya dapat melihat-lihat jalan raya sekitar Ciledug, tetapi juga merasakan secara autentik menaiki angkot dan bus non-Transjakarta. Ngetem, kenek yang berisik, udara panas karena tidak ada AC, bilang "kiri" kalau tiba di tujuan, kalian tahu sendiri lah.

Tentu saja, tidak semua pengalaman saya menaiki transportasi umum menyenangkan. Sering sekali saya harus menunggu sangat lama untuk menaiki transportasi umum yang saya inginkan untuk sampai ke tujuan. 

Dari pengalaman saya, menunggu transportasi umum dapat memakan hingga waktu 30 hingga 60 menit! Makanya, bila saya sedang niat untuk pergi menggunakan transportasi umum, saya umumnya meluangkan waktu 1.5 hingga 2 jam agar saya tidak terlambat sampai ke tujuan. 

Selain itu, kalau naik transportasi seperti metromini / angkot, biasa transportasi yang kita tumpangi akan ngetem untuk mencari penumpang. Hal ini kadang-kadang membuat saya gregetan, apalagi biasanya transportasi tersebut tidak dilengkapi dengan AC.

sumber: dokpri Bus AJA-P yang saya coba saat saya pergi ke Karawaci untuk keperluan gereja
sumber: dokpri Bus AJA-P yang saya coba saat saya pergi ke Karawaci untuk keperluan gereja
Gambar di atas merupakan bus AJA-P yang saya tumpangi dari Tomang ke Karawaci. Sebenarnya saya dapat menggunakan Transjakarta rute  T-12 untuk ke Karawaci, tetapi saya ingin pengalaman yang sedikit berbeda. Setelah menunggu sekitar 30 menit untuk menunggu bus AJA-P, akhirnya bus dengan rute 106 pun datang. 

Saya pun membayar sekitar Rp. 7500 untuk naik bus AJA-P tersebut. Kesan saya saat naik bus tersebut adalah keneknya, yang menurut saya jauh lebih energetik dan informatif dalam memberitahu pemberhentian berikutnya kalau dibandingkan dengan kenek Bus Transjakarta.

Sebagai contoh, saat di KM-03, kenek tersebut tidak hanya berteriak dengan lantang bahwa pemberhentian di KM-03 Tol Jakarta-Merak sudah dekat.

Tetapi juga menjabarkan secara detail penumpang dapat kemana saja setelah turun dari bus tersebut, seperti Balaraja, Serpong, dsb. Hal ini sejujurnya jarang saya temui di Bus Transjakarta.

Akhir kata, walaupun saya harus lama menunggu untuk transportasi umum yang saya inginkan, dan lamanya durasi perjalanan bila transportasi tersebut sering ngetem.

Saya sangat senang untuk naik transportasi umum untuk bepergian jika saya tidak dikejar waktu. Saya berharap, jika saya punya waktu, saya dapat mencoba rute-rute transportasi umum lainnya.

Sehingga saya dapat belajar lebih banyak tentang rute-rute transportasi umum di Jakarta, serta melihat tempat-tempat yang saya jarang kunjungi karena rutinitas. Makanya, naik transportasi umum kalau ada waktu! Menurut saya seru lho bisa melihat jalan-jalan!

Salam,

Timothy Aditya Sutantyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun