Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ironi Miskin Tapi Bahagia di DIY, Cambuk Reformasi Birokrasi

22 Januari 2023   21:10 Diperbarui: 28 Januari 2023   05:08 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Perihal Orang Miskin yang Bahagia ilustrasi Jawa Pos dari laman ruangsastra.com)

"AKU sudah resmi jadi orang miskin," katanya, sambil memperlihatkan Kartu Tanda Miskin, yang baru diperolehnya dari kelurahan. "Lega rasanya, karena setelah bertahun-tahun hidup miskin, akhirnya mendapat pengakuan juga."

Kartu Tanda Miskin itu masih bersih, licin, dan mengkilat karena di-laminating. Dengan perasaan bahagia ia menyimpan kartu itu di dompetnya yang lecek dan kosong. "Nanti, bila aku pingin berbelanja, aku tinggal menggeseknya."

Diam-diam aku suka mengintip rumah orang miskin itu. Ia sering duduk melamun, sementara anak-anaknya yang dekil bermain riang menahan lapar. "Kelak, mereka pasti akan menjadi orang miskin yang baik dan sukses," gumamnya.

Suatu sore, aku melihat orang miskin itu menikmati teh pahit bersama istrinya. Kudengar orang miskin itu berkata mesra, "Ceritakan kisah paling lucu dalam hidup kita...."

Barangkali aku memang run-temurun dikutuk jadi orang miskin,"ujarnya, tiap kali ingat ayahnya yang miskin, kakeknya yang miskin, juga simbah buyutnya yang miskin.

Nukilan Cerpen Agus Noor, "Perihal Orang Miskin yang Bahagia" (2010) tersebut menohok nurani saya saat angka kemiskinan di DIY kembali ramai diperbincangkan, sepuluh tahun lebih sesudah cerita itu ditulis. Pada tahun 2022, angka kemiskinan DIY sebesar 11,49% merupakan angka kemiskinan terburuk di Jawa dan berada di atas rerata nasional yaitu 9,57%.

"Mungkinkah Miskin Tapi Bahagia?"
Pikiran khalayak tentang majas retoris "mungkinkah miskin tapi bahagia" tentu menggelayut pada benak banyak orang. Dalam cerpen "Perihal Orang Miskin yang Bahagia", pikiran dan hati kita diusik melalui paradoks kemiskinan. Perihal Kemiskinan dan Kebahagian disandingkan dalam sebuah silogisme yang membangkitkan sensitivitas sosial.

Kemiskinan selama ini telah digunakan sebagai salah satu instrumen dalam agenda pembangunan untuk distribusi kemakmuran melalui pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan sekaligus juga sering menjadi "komoditas politik". Konsekuensi suatu angka kemiskinan seringkali menjadi polemik ditingkat lapangan sampai pada tingkat para pengambil kebijakan. Perdebatan soal angka kemiskinan sendiri justru ujungnya kerap meninggalkan realita sosial masyarakat miskin dengan segala ironi di tengah hingar bingar pembangunan.

Terjebak Romantisme Miskin Tapi Bahagia
Perihal fenomena miskin tapi bahagia di DIY, menjadi sangat menarik bagi saya sebagai cermin kondisi efektivitas reformasi birokrasi terhadap dampak program layanan sosial masyarakat. Kita lepaskan perdebatan semantik soal "angka kemiskinan" dan mulai berpikir tentang bagaimana menciptakan solusi yang berdampak mengentaskan fakta kemiskinan menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam perspektif reformasi birokrasi, fenomena ironi "miskin tapi bahagia dan panjang umur" yang terjadi di DIY sering menjadi justifikasi atas mlesetnya target capaian pembangunan khususnya pengurangan angka kemiskinan. Saya khawatir afirmasi "miskin tapi bahagia" akan menjadi romantisme sosial yang akan menjebak kita dalam stagnasi reformasi birokrasi dalam pembangunan ekonomi, sosial dan budaya di DIY.

Saat survei BPS lebih 5 tahun lalu tentang indeks kebahagiaan, memang DIY pernah meraih angka tinggi yakni sebesar 70,77 (2014) dan sebesar 72,93 (2017).  Capaian DIY menjadi bagian deretan daerah paling bahagia di Indonesia saat itu, menjadi justifikasi atas angka maupun fakta kemiskinan. Substansi persoalan kemiskinan lantas seolah kabur dengan gimik dan justifikasi "miskin tapi bahagia".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun