Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bongkar Industri Ketakutan Dibalik Pandemi Covid-19

10 Februari 2021   06:28 Diperbarui: 26 April 2023   05:49 3202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(source : https://ncdalliance.org/)

Industri ketakutan atas Pandemi Covid-19 bergerak simultan dengan industri lainnya dalam bayang-bayang ekonomi semu.
Pseudoeconomic (ekonomi bayang- bayang) bergerak tumbuh ditengah ancaman resesi ekonomi riil yang tumbuh negatif seiring konstruksi ketakutan dan keputusasaan, serta kemarahan masyarakat.

Dalam rapat terbatas membahas evaluasi pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), pada Rabu, 3 Februari 2021, Presiden Joko Widodo meminta agar PPKM lebih dapat diefektifkan dengan cara pendekatan berbasis mikro mengingat laporan angka konfirmasi kasus covid-19 yang tidak menurun secara signifikan.

Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM) akan diperpanjang mulai 9 hingga 23 Februari 2021 berdasarkan hasil evaluasi lima gubernur di Jawa dan Bali dengan Presiden Joko Widodo.

Pertanyaan paling sering kita dengar adalah, sampai kapan pengetatan terbatas kegiatan masyarakat itu akan diperpanjang?

Angka konfirmasi kasus Covid-19 belum juga turun secara signifikan di Indonesia dan juga banyak negara. Melambungnya angka kasus konfirmasi Covid-19 ini bukan semata kejadian alami akibat buruknya kesadaran masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan. Namun ada industri ketakutan (fear industry) sangat kuat yang dibiarkan berkembang liar, sedang menciptakan banyak turunan persoalan di balik masalah Covid-19 sebenarnya.

Pada 6 Februari 2021 telah tercatat 106,132,300 kasus di 219 negara, sejak organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020 menyatakan wabah virus corona baru (COVID-19) sebagai pandemi global. Kala itu, direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, mencatat bahwa dalam kurun waktu selama 2 minggu terakhir pada bulan Februari 2020, jumlah kasus di luar China telah meningkat 13 kali lipat dan jumlah negara dengan kasus covid-19 meningkat tiga kali lipat.

Figur angka kasus yang terus naik makin menguatkan justifikasi dan legitimasi dari WHO dan badan-badan dunia lain terhadap pandemi Covid-19  sebagai musuh dunia dengan risiko sangat tinggi mengancam umat manusia. Salah satu dampak berantainya tentu menimbulkan kerusakan sistemik ekonomi global dengan runtuhnya rantai pasokan dunia.

Saat ini, issue pembangunan apa saja tidak ada yang tidak bias persoalan pandemi Covid-19. Akhirnya banyak pihak membonceng untuk menitipkan isu dan kepentingannya lewat persoalan Pandemi Covid-19.

Protokol CHS (Cleanliness, Healthy, and Safety) yang kemudian ada penambahan E (sustainable Environment) adalah sebagian strategi memutus mata rantai penularan covid-19, terasa naif tanpa disertai pendidikan kritis terhadap fakta dibalik pandemi.

Apapun bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kekuatan politik sekaligus ekonomi untuk bermain dalam tarian penanganan Pandemi Covid-19 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun